Bisnis.com, JAKARTA - Berikut ini ulasan teknikal kinerja saham sektor properti, yakni Bumi Serpong Damai (BSDE) dan Lippo Karawaci (LPKR) yang dikutip dari publikasi riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia, hari ini, Rabu 5 Juli 2017.
Franky Rivan, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia dalam risetnya bertajuk "Developer (Neutral): Call of the undervalues" mengungkapkan, harga saham developer terus underperform relatif terhadap IHSG. Menurutnya, industri ini hanya naik 1.9% YTD, underperforming terhadap IHSG sebesar 8.2%.
Beberapa developer di bawah cakupan kami, BSDE dan LPKR, diperdagangkan di dekat -1 standar deviasi mereka, yang kami lihat terlalu berlebihan setelah melihat iklim investasi yang lebih baik untuk industri properti saat ini.
Bumi Serpong Damai (BSDE/Buy/TP IDR2,210)
BSDE adalah salah satu top pick kami di antara developer, yang memiliki land bank luas (3,960 ha; sebagian besar di Serpong, Jabodetabek) dengan biaya perolehan yang sangat rendah (c.IDR255,000/sqm) dan aset real estat yang cukup besar, yang menurut kami seharusnya merupakan salah satu yang paling diuntungkan dari credit rating upgrade S&P terhadap Indonesia.
Menurut survei properti oleh Bank Indonesia (BI), perlu dicatat bahwa pada 2Q17 harga properti di Jabodetabek diperkirakan akan naik 3.3% YoY, lebih cepat dari composite sebesar 3.1% YoY.
Dalam pandangan kami, ini akan memberikan kemampuan yang lebih baik bagi BSDE untuk menaikkan margin dengan menaikkan harga jual rata-rata (ASP) lebih tinggi atau menurunkan ASP dan meningkatkan jumlah kuantiti yang akan dijual. BSDE saat ini diperdagangkan pada 2017F P/E di 13.7x, di -1 standar deviasi 3 tahunnya sebesar 13.6x.
Lippo Karawaci (LPKR/Trading Buy/TP IDR900)
Kami menilai saham LPKR overly punished karena harga sahamnya saat ini diperdagangkan di 2017F P/E di 12.2x, di -1 standar deviasi 5 tahunnya sebesar 12.1x, diskon 18% terhadap indeks properti yang saat ini diperdagangkan di level 14.4x 17F P/E.
Kami mencatat bahwa valuasi saat ini setara dengan level yang tercatat di 3Q13, di awal era property meltdown Indonesia. Mengingat kondisi pasar makro dan properti di Indonesia saat ini lebih baik daripada ketika 3Q13, kami tidak melihat adanya alasan bagi developer untuk di perdagangkan dengan valuasi di bawah -1 SD.