Bisnis.com, JAKARTA--Sejumlah perusahaan analis memprediksi pasar gula global pada musim 2017-2018 masih mengalami surplus sehingga menekan harga.
Pada penutupan perdagangan Jumat (12/5), harga gula di bursa ICE Futures Europe Commodities untuk kontrak Juli 2017 menurun 0,12 poin atau 0,77% menuju US$0,1551 per pon. Ini menjadi penurunan dalam dua sesi berturut-turut.
Sepanjang tahun berjalan, harga merosot 21,71%. Tahun lalu, harga gula berhasil melonjak 30,48% year on year (yoy) setelah mengalami tren menurun sejak 2010.
Bruno Lima, manajer senior perusahaan jasa keuangan INTL FCStone, mengatakan surplus pasar gula akan mengalami penyempitan pada musim 2017-2018.
Volume permintaan akan mencapai rekor menuju 185,6 juta ton, sedangkan jumlah suplai berkurang menjadi 185,4 juta ton.
Pasar gula menggunakan patokan musim mulai Oktober sampai dengan September di tahun berikutnya. Artinya, musim 2017-2018 berlangsung mulai Oktober 2017 hingga September 2018.
Namun, proyeksi INTL FCStone berbeda dengan estimasi perusahaan analis lainnya. Green Pool Commodity Specialists memperkirakan surplus gula pada musim depan sebesar 4,7 juta ton dan LMC International memprediksi pasar bakal kelebihan pasokan sejumlah 4 juta ton.
Pablo Gimenez, konsultan manajemen risiko INTL FCStone, mengatakan salah satu penyebab seimbangnya pasar pada musim 2017-2018 ialah permintaan China yang mencapai 17,5 juta ton, sedangkan produksinya hanya berjumlah 10,5 juta ton.
"Angka produksi gula China tidak jauh berbeda dari musim sebelumnya," paparnya seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (14/5/2017).
Sementara di India, tingkat konsumsi mencapai 25,1 juta ton. Adapun sisi produksi mengalami rebound sebesar 20% yoy menjadi 24 juta ton.
Brasil, sebagai produsen terbesar di dunia, bakal menghasilkan 35,63 juta ton, naik tipis dari musim 2016-2017 sejumlah 35,6 juta ton. Produksi etanolnya diperkirakan mencapai 25,65 juta liter dibandingkan musim sebelumnya sebanyak 24,4 juta liter.