Bisnis.com, TOKYO—Bursa saham Asia jatuh ke posisi terendah dalam enam pekan terakhir, bersamaan dengan menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat, dipicu kekhawatiran atas memudarnya dampak dari bank sentral utama di dunia dalam merangsang pertumbuhan ekonomi.
Penurunan di pasar saham seluruh Asia diperdalam oleh meningkatnya imbal hasil obligasi, serta tingginya volatilitas yang menyebabkan investor terpaksa melepas posisi.
Berdasarkan laporan yang dikutip dari Reuters, Indeks terluas MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang melemah 0,2%, memperpanjang penurunan sejak akhir pekan lalu menjadi 4,2%.
Di antara kawasan, Indeks Nikkei Jepang memimpin pelemahan dengan penurunan hingga 0,3%, dipicu munculnya ketidakpastian menjelang pertemuan kebijakan bank sentral Bank of Japan (BOJ) pekan depan.
Bank of Japan berencana menerbitkan kebijakan suku bunga negatif yang kontroversial sebagai pusat dari pelonggaran moneter masa depan. Hal itu menjanjikan adanya penurunan suku bunga lebih lanjut akibat ekspansi terhadap pembelian aset yang mendekati batasnya.
"Pergerakan di pasar fixed income negara maju, yang di balik sebagian besar volatilitas, berasal dari Jepang dan potensi perubahan kebijakan moneternya,"ujar Chris Weston, Kepala Strategis Pasar Modal IG Markets seperti dikutip Reuters, Rabu(14/9/2016).
Chris menyebutkan, beberapa pengelola dana sistematis terbesar sudah harus mengubah portofolio mereka, sementara pelaku pasar sisanya juga harus mengambil sikap.
Setelah terjadi arus masuk yang besar dalam beberapa pekan terakhir, pasar saham mulai di bawah tekanan karena investor menarik dana untuk bertaruh pada portofolio obligasi dengan periode lebih panjang pada volatilitas yang rendah dan imbal hasil menarik.
Berdasarkan aliran data Bank of America Merrill Lynch, arus modal ke dalam equity fund pasar negara berkembang tercatat mencapai US$24 miliar selama 10 pekan terakhir, merupakan rekor tertinggi. Volatilitas pada indeks bursa saham melonjak ke level tertinggi dalam tiga bulan.
Di Wall Street, S&P 500 Indeks menyusut 1,48% menjadi 2.127,02, di level rendah dalam dua bulan. Meski demikian, indeks berhasil bertahan di atas rerata pergerakan selama 200 hari yang berada pada level 2.121, perubahan pada level itu bisa melemahkan kepercayaan pasar.
Obligasi berada di Atas Awan
Imbal hasil obligasi memperpanjang penaikan, melemahkan pasar ekuitas lebih lanjut dengan imbal hasil obligasi Jepang bertenor 30 tahun yang melesat ke level tertinggi dalam enam bulan terakhir, yang tentu menakutkan bagi investor saham.
Yield Obligasi AS bertenor 10 tahun meningkat ke level tertinggi selama tiga bulan sebanyak 1,75%, mengalami kenaikan lebih dari 20 basis poin dari pekan lalu. Kenaikan yield US Treasury bahkan terjadi di tengah ekspektasi prospek kebijakan moneter Federal Reserve yang masih sulit berubah.
Suku bunga berjangka AS diperdagangkan hanya sekitar 10%, berpeluang mengalami kenaikan pada peninjauan kembali kebijakan bank sentral pekan depan.
Di samping karena pasokan obligasi global dan treasury yang besar, kenaikan yield obligasi AS juga mencerminkan kekhawatiran tentang batas-batas dari kebijakan bank sentral global dalam menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi.
Pasar obligasi mulai berada di bawah tekanan dalam beberapa hari terakhir akibat kegelisahan tentang adanya kenaikan suku bunga AS yang diperkirakan berlangsung bulan ini. Tak hanya itu, sentimen juga berasal dari pemberitaan bahwa Bank of Japan sedang mempelajari cara-cara untuk membuat kurva yield obligasi lebih curam dan kekecewaan terhadap rencana aksi ke depan yang kurang jelas oleh European Central Bank dari hasil pertemuan pekan lalu.
Jeffrey Gundlach, Chief Executive Officer Double Line Capital mengatakan, penurunan jangka panjang pada yield obligasi global sudah selesai dan investor sedang mengamati belanja fiskal pada perekonomian utama dunia di mana stimulus moneter telah mencapai batasnya.
Prospek kenaikan suku bunga AS pada akhir tahun ini mendorong penguatan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang raksasa lain, termasuk Yen.
Mata uang Yen terdepresiasi oleh laporan pemberitaan Nikkei terkait bank sentral dan suku bunga negatif.
Yield obligasi Jepang bertenor pendek melemah, yakni yield Japan Global Bond (JGB) bertenor 5 tahun yang tergelincir 2,5 basis poin menjadi minus 0,2%, sedangkan yield untuk obligasi bertenor 2 tahun menyusut 2 basis poin dan berada pada level terendah selama enam pekan dengan -0,265%.