Bisnis.com, JAKARTA - Rasio harga saham terhadap laba bersih (PE) Indeks Harga Saham Gabungan yang mencapai 28 kali dianggap terlampau tinggi karena belum didukung mengilapnya kinerja perusahaan.
Pada perdagangan akhir pekan, Jumat (12/8/2016), IHSG ditutup terkoreksi tipis 0,77% sebesar 41,89 poin ke 5.377,19.
Investment Specialist PT BNI Asset Management Akuntino Mandhany, menuturkan dari sisi internal kebijakan tax amnesty menjadi pemicu penguatan IHSG. Namun, efek kebijakan perlu ditelaah lebih lanjut terutama pada jumlah dan sektor tujuan investasi. "Kalau ke pasar saham kurang baik, karena bisa jadi bubble," ujarnya kepada Bisnis.com.
Menurut dia, sisi fundamental Tanah Air sudah terkonfirmasi membaik setelah rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal II/2016 sebesar 5,18%. Hal ini memicu optimisme proyeksi ekonomi ke depan bakal semakin positif.
Kendati demikian, membaiknya perekonomian belum terlalu terkonfirmasi dari rilis laporan keuangan emiten pada periode yang sama. Sebagai contoh, hasil laporan keuangan perbankan memang membaik, tetapi tingkat rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) masih cukup tinggi.
Kemarin, rasio harga saham terhadap laba bersih (price to earning ratio/PE) mencapai 28,19 kali dari biasanya 17-19 kali. Kenaikan yang cukup tinggi menunjukkan peningkatan harga belum terlalu didukung pertumbuhan laba perusahaan.
"Ke depan kalau belum signifikan, bisa valuasinya jadi terlalu mahal," tuturnya.
Sementara itu, dari sisi eksternal IHSG didukung data ekspor dan impor China periode Juli 2016 yang cukup positif. Di sisi lain, penundaan pengerekan suku bunga acuan Fed Fund Rate oleh Federal Reserve, dari rencana sebelumnya pada pertengahan tahun, menjadi faktor penguat.