Bisnis.com, JAKARTA - Harga rata-rata bijih besi diperkirakan mencapai level US$48 per ton pada kuartal III/2016 seiring dengan proyeksi perbaikan ekonomi China sebagai konsumen terbesar di dunia.
Pada perdagangan Selasa (7/6) harga bijih besi untuk kontrak September 2016 naik 3,22% atau 11,5 poin menjadi 368,5 yuan (US$56,08) per ton. Angka tersebut menunjukkan sepanjang tahun berjalan harga sudah meningkat sebanyak 18,49%.
Dalam publikasi risetnya, Selasa (7/6), Citigroup Inc., menyampaikan bahan baku baja tersebut akan mengalami kenaikan di kuartal III/2016 menjadi US$48 per ton dibandingkan proyeksi sebelumnya senilai US$46 per ton.
Rerata harga bakal terus melesu di kuartal IV/2016 menuju US$46 per ton, walaupun naik dari prediksi sebelumnya sebesar US$38 per ton. "Secara keseluruhan, sepanjang 2016 harga rata-rata berada di level US$49 per ton, meningkat dibandingkan proyeksi tahun sebelumnya US$42 per ton," paparnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (7/6/2016).
Meskipun demikian, Citigroup memerkirakan harga bakal terus merosot ke posisi US$38 per ton sampai 2019, tren sejak tiga tahun terakhir. Negeri Panda menyerap sepertiga suplai bijih besi global dan memasok 50% suplai baja di dunia, sehingga kinerjanya sangat berpengaruh terhadap pasar komoditas tersebut.
Pada 2016, harga sempat meningkat tajam setelah produksi baja China mencapai rekor tertinggi dan adanya indikasi perbaikan PDB setempat. Analis Citigroup termasuk Tracy Liao menuturkan, adanya spekulasi kenaikan permintaan membuat harga bijih besi melonjak pada April, yang kemudian merosot di bulan Mei.
Dalam jangka pendek, pemerintah bakal memberikan stimulus sehingga proyeksi harga masih positif. Namun, untuk jangka menengah dan panjang, kondisi surplus berlebihan bakal menekan harga jual ke level rendah.
Pemerintah dan bursa China juga memperketat aturan untuk mencegah lonjakan harga. Harapannya, dana yang mengalir ke sektor komoditas itu dapat kembali menuju ke pasar saham dan obligasi.