Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Komoditas Jeblok, Emiten Tambang Justru Gencar Berutang

Meski harga komoditas belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan, emiten tambang tampaknya masih terus berutang miliaran dolar Amerika Serikat dari perbankan demi menggenjot kinerja tahun ini.
Aktivitas penambangan batu bara/Antara-Kasriadi
Aktivitas penambangan batu bara/Antara-Kasriadi

Bisnis.com, JAKARTA--Meski harga komoditas belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan, emiten tambang tampaknya masih terus berutang dari perbankan demi menggenjot kinerja tahun ini.

Teranyar, PT J Resources Asia Pasifik (PSAB) mendapat pinjaman US$208,5 juta setara Rp2,79 triliun (Kurs Rp13.400 per dolar AS), melalui sembilan anak usahanya.

Begitu pula, PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA), melalui anak usahanya, PT Bumi Suksesindo mengantongi pinjaman senilai US$130 juta setara dengan Rp1,74 triliun dan PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (Persero) Tbk. akan mencairkan utang US$1,2 miliar setara Rp16 triliun.

Terkahir, PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) yang tengah merampungkan proses administrasi pinjaman senilai US$4,5 miliar setara dengan Rp60,3 triliun. Pinjaman dari perbankan asing itu akan digunakan untuk mendanai ekspansi pada sektor pembankit listrik.

Analis PT Samuel Sekuritas Muhammad Isfandi mengatakan keputusan untuk meminjam dana kepada perbankan merupakan keputusan berani yang penuh risiko. Tetapi, emiten tambang harus berpacu dengan waktu agar kinerja perseroan tidak terus terhempas.

"Kebutuhan emiten tambang urgent, investasi lebih mahal tidak apa-apa asal bisa jalan," katanya saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (23/2/2016).

Dia mengatakan kabar baik memang telah menghampiri sektor pertambangan dalam beberapa waktu terakhir. Hal itu tercermin dari mulai bangkitnya Indeks saham sektor tambang sebesar 7,06% sejak awal Februari 2016.

Kendati demikian, kenaikan harga saham emiten tambang itu belum menjadi tren. Pasalnya, secara terknikal, harga minyak mentah dunia paling rendah berada di level US$26 per barel. Sehingga, harga US$33 per barel saat ini masih terbilang revershal.

Dia menjelaskan, keberanian emiten tambang untuk meminjam dana, tentu telah berhitung faktor risiko. Jika harga minyak sudah masuk ke dalam harga terendah, tentu investor akan mulai masuk ke komoditas.

Saat ini, harga minyak mentah sudah memasuki level terendah dan kemungkinan akan kembali naik dengan rerata US$28-US$34 per barel. Manajemen emiten tambang harus berani mengambil risiko untuk berekspansi pada saat harga komoditas masih berada di level rendah.

William Surnata, Direktur Utama PT J Resources Asia Pasifik Tbk. mengatakan perseroan mengantongi pinjaman sindikasi dari tiga perbankan senilai US$208,5 juta. Ketiga bank itu adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank, PT Bank ICBP Indonesia, dan PT Bank Permata Tbk.

Fasilitas pinjaman itu diteken pada 17 Februari 2016. Pinjaman dikucurkan bagi anak-anak perseroan, yakni PT J Resources Nusantara, PT J Resources Bolaang Mongondow, PT Sago Prima Pratama, PT Gorontalo Sejahtera Mining, PT Arafura Surya Alam, J Resources Netherland BV, J Resources Gold (UK) Ltd. dan Specific Resources Sdn. Bhd.

Emiten berkode saham PSAB tersebut akan mengembangkan empat aset tambang lainnya dari utang tersebut, yang selama ini belum dibiayai dalam fasilitas pinjaman sindikasi yang diteken sejak 2013. Dana dari utang itu diharapkan dapat membuat salah satu dari empat aset tambang PSAB berproduksi pada 2017.

"Di tengah kondisi bisnis pertambangan yang kurang baik saat ini di Indonesia, perseroan tetap mendapatkan kepercayaan dari perbankan nasional maupun internasional," katanya.

Emiten pertambangan itu memiliki jumlah sisa utang dari perjanjian fasilitas sindikasi 2013 senilai US$160 juta dari sebelumnya US$275 juta.

Secara terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Merdeka Cooper Gold Tbk. Ellie Turjandi, mengatakan perseroan mengantongi pinjaman US$130 juta untuk PT Bumi Suksesindo. Emiten berkode MDKA tersebut menjaminkan saham milik perseroan di dalam BSI sebagai jaminan pada 19 Februari 2016.

Kreditur terdiri dari tiga bank, yakni Societe Generale Asia Limited Cabang Hong Kong, BNP Paribas Cabang Singapura, dan The Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC) Limited. Sponsor utang tersebut yakni PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG), PT Provident Capital Indonesia, dan Garibaldi Thohir.

"Credit agreement akan berjumlah US$130 juta. Terdiri dari US$110 juta untuk fasilitas berjangka pembiayaan konstruksi dan US$10 juta untuk fasilitas pembayaran pajak, serta US$10 juta untuk mendanai 50% dari setiap biaya yang melebihi budget awal," tuturnya.

Pinjaman memiliki tenor 5 tahun untk fasilitas berjangka pembiayaan konstruksi. Sedangkan, fasilitas pinjaman pajak pertambahan nilai (PPN) dan cost overrun, memiliki tenor 3,5 tahun.

Utang tersebut memiliki bunga LIBOR+4,25% untuk pra penyelesaian proyek dan LIBOR+3,75% untuk pasca penyelesaian proyek. Nantinya, BSI dapat melakukan penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) apabila terjadi standby shortfall agreement.

Pinjaman itu akan digunakan untuk membiayai proyek Tujuh Bukit yang merupakan kegiatan utama BSI dan perseroan. BSI telah memulai pembangunan proyek pada Juni 2015 dan dijadwalkan untuk bisa memperoleh produksi emas pertama pada kuartal terakhir 2016

Belum lama ini, emiten pelat merah PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (Persero) Tbk. segera menarik pinjaman dari The Export-Import Bank of China pada 2016 guna mendanai proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Banko Tengah atau Sumsel 8.

Tahun lalu, emiten berkode saham PTBA itu telah memperoleh komitmen pendanaan senilai US$1,2 miliar dari lembaga keuangan asal China tersebut.

Direktur Utama Bukit Asam Milawarma mengatakan perseroan masih menunggu kepastian perihal transmisi dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). “Sebenarnya kami harapkan kejelasan di Januari lalu. Kalau ada kejelasan letter of intent [LoI], kami akan cairkan,” katanya.

Pada kesempatan lain, PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) tengah memasuki tahap financial closing untuk penarikan pinjaman senilai US$4,5 miliar bagi pendanaan dua pembangkit listrik.

Paruh pertama tahun ini, perseroan bakal merampungkan pendanaan dua proyek power plant yakni Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang 2x1.000 MW dan PLTU Tanjung Power Indonesia di Kalimantan Selatan 2x100 MW.

"Semester kedua nanti sudah langsung konstruksi," kata Deputi Chief Executive Officer Adaro Power Dharma Djojonegoro, anak usaha Adaro Energy yang khusus menangani sektor kelistrikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper