Bisnis.com, JAKARTA--International Tripartite Rubber Council berharap harga komoditas karet menuju normal, sekitar US$2-US$3 pr kg seiring pemotongan ekspor yang dilakukan oleh tiga negara.
Kelompok negara penghasil karet yang terdiri dari pemerintah Thailand, Malaysia, dan Indonesia ini sepakat memotong kapasitas ekspor atau Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) selama enam bulan, mulai 1 Maret 2016 - 31 Agustus 2016.
Di bawah perjanjian AETS, tiga negara yang memasok 60% kebutuhan karet global ini akan memotong total ekspor sebanyak 615.000 ton. Rincian adalah, Thailand sekitar 324.015 ton, Indonesia sebesar 238.736 ton, dan Malaysia sejumlah 52.249 ton.
Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih mengatakan, pemberlakuan AETS berfungsi menstabilkan harga karet global yang sudah sangat rendah. Tahun kemarin, harga hanya berkisar US$1 per kg.
"Target kami tidak terlalu tinggi, tapi harapannya harga bisa di atas ongkos produksi. ITRC menginginkan sekitar US$2 sampai US$3 per kg," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Perdagangan, Kamis (4/2/2016).
Selain melakukan pemangkasan eskpor, sambung Karyanto, langkah penstabilan harga juga dilakukan dengan cara menggenjot konsumsi dalam negeri. Kemendag sudah menjalin kerjasama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Kementerian Perhubungan untuk menggunakan karet dalam pembuatan jalan, pelabuhan, serta infrastruktur lainnya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO) Moenardji Soedargo menyampaikan, harga komoditas mencapai puncaknya pada 2011, dimana karet menyentuh level US$4,7 per kg.
Setelah itu, harga terus merosot akibat kurangnya data valid perihal suplai dan permintaan dunia dari International Rubber Study Group atau IRSG. Akibatnya, pada 2015 anjlok menjadi US$1,04 per kg.
Perihal ekspor Negeri Garuda, hingga November 2015 berkisar 2,4 juta ton karet dan diperkirakan berkisar 2,6 juta ton hingga akhir tahun. Adapun total produksi dapat mencapai 3,2 juta ton.
Konsumsi karet dalam negeri sejumlah 540.000 ton dipekirakan dapat meningkat pada 2016 karena kesepakatan AETS. Menurutnya, salah cara menggenjot penyerapan domestik ialah menggunakan karet sebagai bahan baku infrastruktur.
"Saat ini pemerintah memacu infrastruktur, setidaknya penggunaan karet non-ban untuk proyek pemerintah pada tahun ini bisa mencapai 100.000 ton," tuturnya.
Rencana pengurangan kapasitas ekspor terbukti menguatkan nilai jual. Pada perdagangan hari ini (4/2) pukul 17:00 WIB harga karet berjangka di Tokyo Commodity Exchange (Tocom) naik 1,76% atau 1,90 poin menjadi 109,70 yen per kg.