Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Batu Bara Anjlok, Emiten Alat Berat Terkulai

Harga komoditas batu bara di Bursa Rotterdam kontrak pengiriman Maret 2016, telah terkoreksi 24,53% ke level US$44,15 per ton year-on-year. Lunglainya harga batu bara hingga 2016, membuat emiten alat berat sebagai pendukungnya, turut terkulai.
Batu bara/JIBI-Paulus Tandi Bone
Batu bara/JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara di Bursa Rotterdam kontrak pengiriman Maret 2016, telah terkoreksi 24,53% ke level US$44,15 per ton year-on-year. Lunglainya harga batu bara hingga 2016, membuat emiten alat berat sebagai pendukungnya, turut terkulai.

Direktur Utama PT United Tractors Tbk. Gidion Hasan mengatakan target perseroan pada tahun ini stagnan dengan proyeksi penjualan 2.100 unit alat berat dapat terjual. Stagnasi penjualan itu berdampak pada melorotnya proyeksi revenue tahun ini sebesar 10%.

"Industri komoditas belum pulih, tapi tertolong oleh sektor konstruksi dan infrastruktur," ungkapnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (27/1/2016).

Manajemen anak usaha PT Astra International Tbk. (ASII) tersebut bakal mengandalkan sektor kontraktor pertambangan PT Pamapersada Nusantara (Pama) dan alat berat. Penjualan alat-alat berat diperkirakan akan banyak diserap oleh sektor konstruksi.

Pada saat yang sama, bos United Tractors tersebut menyiapkan belanja modal (capital  expenditure/capex) pada tahun ini sebesar US$150 juta-US$200 juta. Alokasi tersebut lebih terbilang stagnan, bahkan lebih rendah dari tahun lalu US$200 juta-US$230 juta.

Perseroan merogoh kocek internal untuk pemenuhan belanja modal tahun ini. Sebagian besar Capex bakal digunakan untuk pendanaan bagi anak usah perseroan, yakni Pama.

Dari produksi tambang batu bara, United Tractors membidik target produksi 2,5 juta ton hingga 3 juta ton. Target tersebut terkoreksi dari tahun lalu, lantaran manajemen memutuskan untuk menutup operasional dua pertambangan, tersisa 2 lapangan tambang.

Gidion menambahkan, perseroan berharap terjadi peningkatan penjualan pada produk support dan spare part, serta jasa pelayanan. Dia juga berharap, market share penjualan dari sektor konstruksi dan infrasuktur dapat meningkat seiring dengan digenjotnya realisasi APBN oleh pemerintah.

Adapun, konstribusi PT Acset Indonusa Tbk. yang baru diakuisisi perseroan diproyeksi mencapai 5% tahun ini. Kontribusi emiten berkode saham ACST tersebut telah terlanjur terlampaui oleh divisi lain di dalam UNTR.

Secara terpisah, Direktur Keuangan PT Intraco Penta Tbk. (INTA) Imam Liyanto mengatakan strategi perseroan menghadapai tahun ini dengan cara melebarkan sayap ke sektor infrastruktur. Pasalnya, sektor tersebut diproyeksi bakal bergerak naik pada tahun ini.

"Kami menargetkan sektor infrastruktur, tahun lalu juga sudah menargetkan sektor lain seperti transportasi dan agribisnis. Bukan berarti kami meninggalkan sektor komoditas," katanya.

Meski harga komoditas terus melemah, emiten berkode saham INTA tetap membidiki penjualan alat berat untuk sektor tersebut. Dia menilai, perusahaan tambang dipastikan masih akan membutuhkan alat berat untuk mendukung operasionalnya.

Pada tahun ini, perseroan membidik target penjualan alat berat dapat tumbuh 10% dari tahun lalu. Perseroan berencana menjual alat berat tahun ini sebanyak 550-570 unit.

Kendati demikian, Imam menuturkan perseroan bakal mengalokasikan belanja modal tahun ini stagnan US$4 juta dibandingkan sebelumnya. Seluruh Capex tahun ini bakal dirogoh dari kas internal perseroan.

Syamsu Anwar, Dikektur Keuangan PT Hexindo Adiperkasa Tbk. (HEXA) mengaku belum mengajukan rencana kerja pada 2016. "Kami baru akan mulai bikin budget 2016."

Reza Priyambada, Kepala Riset PT Nung Hyup Korindo Securities Indonesia, menilai saham sektor alat berat pada tahun ini direkomendasi netral. Pasalnya, mayoritas emiten alat berat menggarap sektor komoditas.

"Kalau industri utama belum terlalu baik dan sulit ekspansi, perusahaan alat berat akan banyak penurunan," ucapnya.

Dia menyarankan, bagi emiten alat berat yang ingin tetap bertahan, sebaiknya mulai melakukan diversifikasi usaha. Terutama, emiten alat berat harus mulai mengandalkan penjualan ke sektor infrastruktur, consumer goods, hingga industri kimia dasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper