Bisnis.com, JAKARTA-- Produsen semen swasta PT Holcim Indonesia Tbk. (SMCB) menderita rugi bersih Rp138 miliar pada paruh pertama tahun ini dari sebelumnya laba Rp452,93 miliar akibat adanya kontrol pemerintah terhadap harga semen BUMN.
Presiden Direktur Holcim Indonesia, Gary Schutz, mengatakan hal-hal yang mendasar di Indonesia tidak berubah. Menurutnya, perekonomian mulai kembali pulih dengan terealisasinya proyek-proyek infrastruktur yang tertunda dan stimulus ekonomi lainnya seperti paket kebijakan ekonomi yang baru diluncurkan Presiden Joko Widodo pada September ini.
"Kami percaya akan membantu ekonomi menjadi lebih baik ,dan Holcim juga telah melakukan perampingan untuk mengurangi biaya-biaya operasional kami," katanya dalam keterangan resmi, Selasa (15/9/2015).
Menurutnya, pasar semen domestik mengalami penurunan 5% menjadi 28,7 juta ton pada semester pertama tahun ini, dengan turunnya kebutuhan nasional yang mencerminkan lemahnya perekonomian dan daya beli masyarakat yang masih berlangsung hingga saat ini.
Sementara, katanya, proyek-proyek pemerintah pada beragam sektor seperti infrastruktur, masih belum juga terealisasi.
Kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga semen BUMN sebesar Rp3.000 per sak untuk merangsang peningkatan kebutuhan pasar juga tidak efektif. Bahkan memberikan dampak penurunan terhadap keuntungan perusahaan-perusahaan semen.
Lelang
Menyusul dengan adanya kebijakan penurunan harga pada akhir 2014, kenaikan tarif dasar listrik dan bahan bakar berdampak pada biaya produksi dan distribusi. Namun, proyek pekerjaan umum yang telah dinantikan masih tertunda.
Tren percepatan proses pelelangan proyek dan persetujuan anggaran pemerintah, menunjukkan bahwa prospek bisnis kedepan baru akan membaik pada akhir semester kedua tahun ini hingga awal tahun depan.
Holcim Indonesia hingga akhir semester I/2015 mengklaim mampu mempertahankan pangsa pasar sebesar 13,9%. Namun, total volume penjualan mengalami penurunan 4,9%.
Sebagai dampak penurunan volume, jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, perusahaan juga mengalami penurunan pendapatan sebesar 1,4% menjadi Rp4,86 triliun pada semester pertama tahun ini.
Hasil tersebut tercapai di tengah persaingan yang semakin meningkat, serta di bawah tekanan pasar yang melimpah dimana pemerintah melakukan intervensi dalam penetapan harga, dan jumlah pemain bisnis semen yang kini mencapai hampir dua kali lipat dibandingkan dua tahun lalu.
Selain penurunan pendapatan, kenaikan biaya masih menjadi tantangan sektor industri ini. Holcim Indonesia mencatat kenaikan biaya produksi pada faktor energi, depresiasi, dan upah di semester pertama tahun ini.
Biaya tarif dasar listrik meningkat 22%, sementara biaya distribusi meningkat 17% karena naiknya harga bahan bakar sebesar 25%, serta biaya pergudangan yang juga mengalami kenaikan.
Salah satu faktor biaya yang mempengaruhi yaitu terkait inisiatif perusahaan untuk melakukan restrukturisasi dan efesiensi organisasi dalam rangka meningkatkan produktifitas dan efisiensi operasional di masa yang akan datang.
Faktor ini tercermin dalam biaya tenaga kerja yang meningkat sebesar 32%. Dengan demikian, laba kotor perusahaan tergerus 26% pada angka Rp1,06 triliun.
Biaya operasional meningkat 26% menjadi Rp949 miliar, dan biaya-biaya keuangan meningkat lima kali lipat menjadi Rp269 miliar karena terus melemahnya nilai tukar rupiah dan naiknya suku bunga pinjaman perusahaan sebagai konsekuensi dari penyelesaian pembangunan pabrik barunya di Tuban.
Semua faktor kenaikan biaya, pasar yang lesu, dan dampak biaya atas inisiatif restrukturisasi organisasi tersebut, katanya, menyebabkan perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp123 miliar pada semester I/2015.
Manajemen perusahaan menilai kinerja paruh pertama tahun ini sebagai cerminan dari menurunnya kebijakan dan kinerja perekonomian secara umum. Khususnya intervensi pada harga dan belum terealisasinya proyek-proyek infrastruktur.
Kendati demikian, Holcim Indonesia telah bersiap diri menghadapi persaingan dengan beroperasinya pabrik baru di Tuban, Jawa Timur. Selain itu, juga rencana strategis lain untuk memperluas layanan dan penetrasi pasar, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera.
Akhir Agustus lalu, Holcim Indonesia baru saja meresmikan pabrik barunya di Tuban yang melengkapi keberadaan perusahaan di Pulau Jawa.
“Pabrik baru ini akan membantu kami meningkatkan pelayanan, menjamin pasokan, dan memperkuat posisi kami bersama tiga perusahaan semen terbesar di Indonesia," jelasnya.