Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Yen Masih Tertekan Kondisi Ekonomi Jepang dan Ketegangan Ukraina

Ketegangan politik antara Rusia versus Ukraina ternyata tak cukup kuat mengerek nilai yen terhadap sejumlah mata uang utama.

Bisnis.com, JAKARTA - Ketegangan politik antara Rusia versus Ukraina ternyata tak cukup kuat mengerek nilai tukar yen terhadap sejumlah mata uang utama.

Kondisi fundamental perekonomian Jepang yang tidak fit menggerus mata uang Negeri Sakura tersebut.

Analis dari PT SoeGee Futures Nizar Hilmy mengatakan eskalasi ketegangan di Eropa Timur tersebut memang meningkatkan permintaan terhadap safe haven, termasuk yen. "Itu sedikit dorongan. Yen juga tertekan oleh ekonomi di dalam negerinya," katanya saat dihubungi Bisnis, Senin (28/4/2014).

Dia menambahkan dalam sepekan ini, yen justru berpotensi bergerak melemah terhadap mata uang utama di pasar mata uang dunia, seperti euro dan poundsterling. Namun, kata Nizar, pelemahan yen terhadap dolar tampaknya bakal terbatas karena pasar pun tengah menantikan rapat Fed Open Market Committee (FOMC) pekan ini.

Menurutnya, USD-JPY bakal bergerak pada kisaran 101,50-102,70. Nilai yen sangat tergantung terhadap hasil keputusan Bank of Japan (BoJ). Bank sentral Jepang tersebut bakal menggelar rapat dalam minggu ini.

Nizar menuturkan jika BoJ tak memutuskan kebijakan yang menurut pasar bakal berdampak signifikan terhadap perekonomian Jepang hal itu bisa menekan nilai yen lebih jauh. Keputusan itu terutama yang berkaitan dengan stimulus.

Namun, jika dalam pertemuan tersebut BoJ tak menghasilkan keputusan yang meyakinkan, yen akan bergerak pada rentang harga yang tak terlalu lebar. "Kalau belum ada keputusan baru ya di sini-sini saja,"katanya.

Adapun jika BoJ memutuskan untuk menambah jumlah stimulusnya hal itu justru bisa melemahkan posisi yen.Sementara itu, di sisi lain 26 dari 36 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memproyeksikan BOJ baru akan menambah pelonggaran stimulus moneternya pada Juli tahun ini.

Belakangan Jepang memang menghadapi beberapa data ekonomi yang memburuk, salah satu yang menjadi fokus pasar adalah defisit neraca perdagangan. Data terbaru yang merekam perdagangan sepanjang Maret tahun ini menunjukkan peningkatan ekspor tak mampu mengimbangi importasi yang melonjak tajam.

Data dari pemerintah setempat menunjukkan meski ekspor selama Maret naik 1,8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, impor justru membengkak hingga 18,1%. Nizar mengatakan saat ini Jepang gencar mengimpor komoditas energi untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Alhasil defisit pun melebar.

Di sisi lain, pada saat yang bersamaan Bank Sentral AS juga menggelar rapat dewan gubernurnya. Hasil rapat tersebut juga bakal turut berimbas pada nilai USD-JPY. Kabar yang santer beredar Federal Reserve (the Fed) akan mengurangi stimulusnya seiring dengan perbaikan data ekonomi AS. Selain itu AS juga bakal merilis data nonfarm payrolls dan data ketenagakerjaan lainnya pada akhir pekan.

Nizar berpendapat jika data tersebut membaik dolar bakal menguat dan secara otomatis menekan nilai tukar yen terhadap greenback. Sejauh ini, konsensus analis memprediksi jumlah tenaga kerja AS akan bertambah sekitar 200.000.

Sementara itu, pada perdagangan kemarin sore nilai tukar yen terhadap dolar AS tercatat melemah 0,16% menjadi 102,32 yen per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper