Bisnis.com, JAKARTA—Sepanjang semester I/2013, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) membukukan laba tahun berjalan sebesar US$7,51 juta, anjlok 49,6% dari periode yang sama tahun lalu US$14,9 juta.
Seperti dikutip dari laporan keuangan, Minggu (28/7/2013), dari jumlah itu, laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$5,1 juta.
Nilai penjualan dan pendapatan usaha lainnya tercatat sebesar US$428,5 juta, turun 6,7% dari US$459,5 juta. Angka beban pokok penjualan dan biaya langsung lainnya sebesar US$240 juta, turun tipis 0,7% dari US$241,9 juta.
PT Medco Energi Internasional mengatakan pendapatan dan penjualan yang lebih rendah ini terutama disebabkan oleh harga minyak yang lebih rendah, yakni US$109,5 per barel dibandingkan dengan US$120,8 per barel.
Selain itu, laju produksi minyak juga lebih rendah, yakni hanya 26,2 MBOPD dari sebelumnya 31,6 MBOPD, demikian Medco dalam keterangan resminya, Minggu (28/7/2013).
Menurut Direktur Utama dan CEO MedcoEnergi Lukman Mahfoedz, turunnya produksi minyak disebabkan bukan saja oleh faktor teknis seperti penurunan alamiah di beberapa lapangan minyak tua dan keterlambatan lifting produksi dari suatu lapangan minyak (Bawean), tetapi juga oleh faktor nonteknis.
“Faktor nonteknis itu termasuk hambatan perizinan dari pemerintah daerah, pemerintah pusat, adanya tumpang tindih lahan dengan perkebunan dan pertambangan, adanya hambatan kegiatan pengeboran di lapangan, hingga masalah keamanan terkait dengan pencurian minyak di jalur pipa,” ujarnya seperti dikutip, Minggu (28/7/2013).
Meski demikian, dengan kegiatan pengeboran dan workover yang akan dilakukan hingga akhir tahun ini, MedcoEnergi berharap dapat menahan laju penurunan produksi terutama dari lapangan minyak yang sudah tua. Sejauh ini, perseroan telah berhasil mengurangi laju penurunan alami dari 20%—25% per tahun menjadi 10%—15% per tahun.
“Kami berharap ada dukungan pemerintah dalam penyelesaikan isu-isu nonteknis pada operasional migas di lapangan, baik terkait dengan perizinan pemerintah daerah maupun tumpang tindihnya wilayah operasi migas dengan perkebunan dan pertambangan, sehingga produksi migas dapat terus dijaga keberlangsungannya,” tambah Lukman.