BISNIS.COM, JAKARTA-Puncak koreksi harga obligasi diperkirakan terjadi pada Juli 2013 dengan imbal hasil yang berpotensi melesat ke level 7%, namun akan kembali bergerak stabil pada Oktober tahun ini.
Di pasar sekunder, harga obligasi acuan 10 tahun Seri FR0065 terkoreksi hingga 493 basispoin dalam sebulan, yakni dari posisi 102,42 basispoin pada akhir April 2013 menjadi 97,48 basispoin 31 Mei lalu.
Analis Obligasi PT BCA Sekuritas Herdi Ranu Wibowo menyampaikan sejumlah perubahan asumsi ekonomi terus menyebabkan koreksi harga di pasar obligasi. Sejalan dengan itu, imbal hasil (yield) surat utang terkerek dengan pelan tapi pasti.
“Yield obligasi acuan 10 tahun bisa di level 6,5%-7%, asumsinya kalau BI rate naik 50 basispoin ke level 6,25%,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa(4/6).
Jika Bank Indonesia masih menjaga suku bunga acuan tetap di level 5,75%, lanjutnya, imbal hasil obligasi acuan diperkirakan berada di level 6%-6,25%, atau melonjak dari level saat ini 6,112%.
Data Asian Bonds Online yang berada dibawah naungan Asian Development Bank (ADB) menyebutkan, yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun naik 82,2 basispoin Indonesia menjadi 6,013% sepanjang tahun ini. Indonesia berada di urutan kedua penaikan yield tertinggi dibanding negara-negara di Asia.
Negara di kawasan Asia Timur Hongkong mengalami penaikan terbesar mencapai 88 basispoin menjadi 1,483%, sementara itu Singapura menempati urutan ketiga dengan kenaikan 55 basispoin ke level 1,85%.
Dua negara lain hanya mengalami penaikan imbal hasil tipis tidak lebih dari 10 basispoin yakni Thailand 5 basispoin dan Jepang 2 basispoin.