Bisnis.com, JAKARTA— Aksi jual investor asing yang berlanjut terhadap saham emiten-emiten berkapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia menjadi faktor utama di balik penurunan tajam IHSG, tetapi sekaligus memberi peluang menarik bagi investasi di emiten-emiten tersebut seiring harganya yang kian terdiskon.
Pada penutupan perdagangan Jumat (4/5/2018), IHSG kembali terkoreksi sebesar 66,387 atau 1,31% dibandingkan hari sebelumnya ke level 5792,345. Asing kembali tercatat net sell senilai Rp842,5 miliar.
Koreksi IHSG tidak terlepas dari koreksi tajam yang terjadi pada sejumlah emiten berkapitalisasi pasar besar atau big cap yang merupakan penopang utama indeks.
Sepanjang tahun berjalan, nilai kapitalisasi pasar 10 emiten terbesar di BEI sudah tergerus tidak kurang dari Rp540 triliun, mendorong indeks terkoreksi 8,86% ytd.
Kemarin, saham-saham perbankan besar menjadi penekan utama kinerja indeks, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (-3,81%), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (-3,28%), PT Bank Central Asia Tbk. (-1,23%), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (-3,24%).
Kevin Juido, Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas, mengatakan bahwa investor asing sedang benar-benar keluar dari pasar Indonesia saat ini, terlihat dari net sell asing yang juga terjadi di pasar obligasi sebesar Rp13,45 triliun sepanjang April lalu.
Kevin mengatakan, setelah indeks turun menembus level 6.000, investor cenderung profit taking makin agresif selama sepekan terakhir, apalagi melihat rupiah yang tertekan semakin mendekati level 14.000. Aksi ini mendorong investor lokal buru-buru untuk turut melakukan cut loss, sehingga tekanan terhadap indeks makin parah.
“Fundamental kita bagus, hanya kita belum siap untuk hadapi tekanan eksternal, investor kita rentan kaget begitu rupiah mendekati 14.000. Jadi, tertekannya indeks lebih disebabkan efek psikologis, sehingga yang dibutuhkan adalah pulihnya kepercayaan investor,” katanya, Jumat (4/5/2018).
Kevin memandang, di tengah kondisi seperti saat ini, pilihan investasi di insutrumen big cap kurang begitu baik untuk jangka pendek, mengingat tekanan jual asing masih sangat tinggi. Namun, secara jangka panjang, emiten-emiten big cap sudah terdiskon banyak sehingga tetap menarik.