Bisnis.com, JAKARTA — Indeks harga saham gabungan (IHSG) diprediksi bisa kembali menguat ke level 7.000 pada kuartal I/2025 seiring dengan potensi rebound saham perbankan.
IHSG mengalami pelemahan sebesar 1,81% ke level 6.515,631 pada periode sepekan terakhir 10-14 Maret 2025. Secara year to date, IHSG terkoreksi 7,97%.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata menyampaikan IHSG berjalan dalam tren turun dalam jangka menengah sejak mencapai puncaknya di sekitar September-Oktober 2024. Level resistance yang feasible untuk jangka pendek memang berada di angka 7.000, yang juga menjadi level psikologis.
"Kami mencoba sedikit optimis di tengah suramnya atmosfer saat ini, pandangan IHSG mencapai 7.000 pada kuartal I/2025 belum terlalu mustahil karena manajer investasi (MI) biasanya mungkin akan coba memoles portfolio mereka di akhir kuartal," paparnya, Jumat (14/3/2025).
Baca Juga : Cari Peluang Saham Bank 2025 |
---|
Secara valuasi P/E dan PBV, IHSG termasuk lebih murah daripada bursa Shanghai, Taiwan, Sensex India, dan Nikkei Jepang.
Namun, sambung Liza, peluang IHSG mencapai 7.000 masih berkisar 50%-60% karena sejumlah tantangan. Pertama, aksi jual investor asing menyusul laporan terbaru Goldman Sachs dan Morgan Stanley.
Goldman Sachs menurunkan peringkat saham Indonesia dari overweight menjadi market weight, dan Morgan Stanley juga telah memangkas peringkat saham Morgan Stanley Capital International (MSCI) Indonesia dari equal weight menjadi underweight.
Kedua, Indonesia punya tantangan defisit fiskal yang makin membesar, apalagi jika pemerintah dan Danantara gencar menjual obligasi. Hal ini akan menyebabkan pengetatan likuiditas di pasar obligasi dan over supply Surat Utang Negara (SUN).
Indonesia akan terpaksa menaikkan yield SUN demi menarik investasi asing yang sudah semakin mengkerut akibat turunnya peringkat. Penyerapan SUN oleh asing diperkirakan menjadi tidak optimal, sehingga institusi lokal seperti Himbara, BPJS, dan dana pensiun yang diharapkan menyerap obligasi negara.
"Dengan demikian mengurangi likuiditas perbankan di pasar dan berpotensi menggencet pertumbuhan kredit," paparnya.
Ketiga, rasio utang luar negeri berbanding PDB berpotensi naik sampai mendekati 50%, dari sekarang yang masih di bawah 40%. Di sisi lain, pasar meragukan kemampuan PDB mencapai 5% pada kuartal I/2025.
Keempat, sentimen regional market seperti “Tarif Trump” konsisten menghadirkan kondisi ketidakpastian di pasar. Pengenaan tarif pada Kanada dan Mexico kembali ditunda sampai 2 April, demikian pula tarif balasan Kanada kepada AS juga ditunda sampai tanggal yang sama.
Konflik global telah meluas, tidak hanya perang fisik saja yang tengah berlangsung, tetapi juga perang tarif. Dunia telah terbagi menjadi 2 kubu yang semakin jelas, yakni: Amerika melawan negara-negara lain yang mulai gerah dengan hegemoninya, serta Inggris dan Prancis bersatu-padu membantu Ukraina.
Belakangan, Russia – China – Iran terdeteksi melaksanakan latihan perang besar-besaran di Teluk Oman, sementara AS dan Israel terpantau latihan militer bersama di Mediterania Timur.
Menurut Liza, jika IHSG bertujuan ke level 7.000 pada akhir kuartal 1/2025, maka sektor bank sebagai tulang punggung IHSG harus bisa naik kembali dan menembus resistance dari tren turunnya.
Rekomendasi Saham Bank
- BBRI: tembus 4.000-4.050 maka menuju ke target 4.500
- BBCA: average up > 9.000 baru terbuka jalan menuju target 9.300-9.400 untuk jangka pendek
- BMRI: jangan sampai turun ke bawah support 4.600 dan segera break resistance 5.000 agar mampu ke arah target 5.400-5.500
- BBNI: di atas 4.600 maka berpotensi ke target 4.800 / 5.000
SUKU BUNGA
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto mengatakan bahwa IHSG maish dibayangi oleh tingginya volatilitas pasar saham sepanjang Januari-Maret 2025 karena dipengaruhi oleh sentimen global dan sepinya sentimen positif dari dalam negeri. Indeks komposit diproyeksi terus bergerak di rentang 6.300-6.700 hingga akhir bulan ini.
"Tetapi sampai akhir Juni nanti IHSG mungkin masih bisa di kisaran 6.500 sampai 7.000," katanya dalam Media Day Mirae Asset Sekuritas di Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Dia menjelaskan salah satu sentimen yang bisa mendorong IHSG bergerak menguat mendekati level 6.700-6.800 adalah apabila Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga pada Maret ini.
Rully menjabarkan IHSG menguat ketika BI memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi ke level 5,75% pada Januari 2025. Selain akan mendorong IHSG menguat, dia menilai pelonggaran moneter juga bisa mendorong arus modal asing masuk kembali ke pasar saham Indonesia.
Menurut Mirae Asset Sekuritas, saat ini ruang penurunan suku bunga acuan terbuka karena didukung oleh kondisi fundamental, seperti posisi cadangan devisa dan inflasi yang terkendali.
“Dengan kondisi tersebut, kami memprediksi bulan ini adalah saat yang tepat untuk pemangkasan suku bunga,” ujar Rully.
Menurutnya, pemangkasan suku bunga jarang terjadi pada kuartal II/2025 karena bertepatan dengan musim repatriasi dividen di mana kebutuhan dolar AS meningkat di tengah musim dividen.
Dengan adanya repatriasi dividen itu, dia juga menilai jendela pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia baru kembali terbuka pada kuartal III.
Selain pelonggaran moneter, Mirae Asset Sekuritas juga menyoroti soal kebijakan lain yang sudah dikeluarkan pemerintah dan masih mendukung kondisi makroekonomi dalam negeri.
Kebijakan yang dimaksud ialah perpanjangan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di mana valuta asing hasil ekspor harus ditempatkan di dalam negeri dalam setahun ke depan. Kebijakan tersebut dinilai cukup menjaga nilai tukar rupiah di tengah tekanan dolar AS.
Posisi nilai tukar rupiah dalam 30 hari terakhir berada di kisaran Rp16.300 per dolar AS. Rupiah tercatat pertama kali menembus level Rp16.000 pada Desember tahun lalu.
"Salah satu kebijakan yang ditunggu pelaku pasar dari pemerintah adalah kebijakan yang lebih propasar," imbuhnya.
Menurutnya, bentuk kebijakan propasar adalah kebijakan pemerintah yang dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, ketika berkecamuknya Perang Dagang 2 yang dikumandangkan Presiden AS Donald Trump pada awal tahun ini.