Bisnis.com, JAKARTA - Analis memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan menahan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate (BI7DRRR) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berakhir hari ini, Kamis (21/7/2022). Oleh karena itu, hasil RDG BI diperkirakan berdampak minim terhadap IHSG.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti mengatakan, sejauh ini pihaknya melihat BI masih akan mempertahankan tingkat suku bunganya. Keyakinan Bank Indonesia akan fundamental perekonomian Indonesia, membuat Bank Indonesia memilih stabilitas pemulihan ekonomi nasional.
"Namun, tentu ada harga yang harus dibayar oleh Bank Indonesia terkait hal tersebut sebab jarak antara tingkat suku bunga The Fed dan Bank Indonesia kian mengecil, sehingga tentu saja akan membuat capital outflow semakin besar, dan rupiah kian melemah, meskipun kalau kita perhatikan ada intervensi dari Bank Indonesia," tutur Desy, Selasa (19/7/2022).
Desy melanjutkan, sejauh ini pihaknya yakin, pelaku pasar dan investor sudah dapat memprediksi ke mana arah dari tingkat suku bunga. Sehingga dia menilai, dampaknya akan terbatas kepada pasar modal seperti saham atau IHSG.
"Kami pun menaruh harapan kepada Bank Indonesia untuk tetap berhati-hati dalam menjaga stabilitas dan volatilitas yang terjadi di pasar," ucap dia.
Adapun, menurutnya investor tidak perlu melakukan apa-apa seiring dengan pengumuman hasil RDG BI, karena sejauh ini BI juga masih akan menahan tingkat suku bunganya.
"Sehingga seperti yang sudah kami sampaikan, karena dampaknya terbatas, tentu tidak akan memberikan pengaruh terhadap pergerakan pasar," tuturnya.
Justru yang memberikan pengaruh lebih besar adalah pertemuan Bank Sentral Eropa yang menjadi perhatian karena inflasi yang tinggi, dan Bank Sentral Eropa tentu dituntut untuk melakukan sesuatu. Begitu juga juga dengan pertemuan Bank Sentral Jepang, meskipun memberikan dampak minim terhadap pasar.
Sementara itu, Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan memprediksi, BI akan mempertahankan suku bunga acuan di level saat ini, yakni di 3,5 persen. Dia mencermati, pelaku pasar telah mengantisipasi hal ini dalam beberapa waktu terakhir.
Selain itu, menurutnya BI juga telah cukup intens dalam mengkomunikasikan arah kebijakannya.
"Sehingga setelah pengumuman RDG BI, tidak terlihat ada respon berlebihan dari pasar," ujar Valdy.
Untuk kondisi seperti ini, lanjutnya, saham-saham defensif dapat menjadi alternatif pilihan bagi investor. Valdy merekomendasikan saham-saham defensif dalam sektor consumer goods, seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) dan PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR).
Lebih lanjut, menurut Valdy BI memiliki beberapa pertimbangan untuk menahan suku bunga acuan.
Pertimbangan pertama, meskipun tingkat inflasi mencapai 4,35 persen yoy di Juni 2022, namun inflasi inti relatif rendah, sebesar 2,63 persen yoy di Juni 2022, naik tipis dari 2,58 persen yoy di Mei 2022. Hal ini mengindikasikan kebijakan akomodatif masih diperlukan untuk menopang laju pertumbuhan, terutama di sisi konsumsi.
Pertimbangan kedua, menurutnya adalah nilai tukar rupiah yang cenderung bertahan di kisaran Rp15.000 per dolar AS. Level ini memang lebih tinggi dari asumsi batas atas sebesar Rp14.7000 per dolar AS.
Akan tetapi, Valdy menilai pelemahan ini masih masuk dalam batas toleransi pemerintah. Terlebih, nilai ekspor di Juni 2022 naik signifikan, jauh melampaui kenaikan nilai impor. Dengan demikian, kondisi ini masih cenderung menguntungkan bagi ekonomi Indonesia.
"BI nampaknya akan tetap memantau ketat sejumlah indikator-indikator tadi sebelum memutuskan kenaikan suku bunga acuan," ucapnya.
Selain itu, Valdy menilai BI juga memiliki instrumen lain, salah satunya adalah GWM yang rencananya akan kembali dinaikkan pada 1 September 2022.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.