Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Obligasi Korporasi Diproyeksi Meningkat, Ini Sejumlah Sentimen yang Membayangi

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat emisi surat utang nasional mengalami kenaikan 15,93 persen dari Rp20,02 triliun pada kuartal I/2020 menjadi Rp23,21 triliun pada kuartal I/2021.
Pengunjung melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (22/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (22/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Penerbitan surat utang korporasi diproyeksi meningkat di sisa akhir tahun ini. Namun, sejumlah sentimen disebut masih akan membayangi pasar obligasi baik domestik maupun global.

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat emisi surat utang nasional mengalami kenaikan 15,93 persen dari Rp20,02 triliun pada kuartal I/2020 menjadi Rp23,21 triliun pada kuartal I/2021. Dari jumlah tersebut, Rp16,31 triliun di antaranya diperingkat oleh Pefindo.

Kepala Divisi Pemeringkatan Korporasi Pefindo Niken Indriarsih menilai tren penerbitan surat utang korporasi di awal tahun ini sudah lebih baik dibandingkan periode sebelumnya, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang miulai stabil.

“Kondisi pandemi juga mulai lebih baik dengan adanya program vaksinasi,” katanya dalam sesi Media Release yang diadakan secara daring, Senin (19/4/2021)

Menurutunya, jika kondisi terus membaik, tren peningkatan emisi surat utang yang terjadi di kuartal I/2021 dapat terus bertumbuh di kuartal-kuartal selanjutnya.

Adapun, Pefindo memproyeksi penerbitan surat utang korporasi hingga akhir tahun ini akan berkisar antara Rp122 triliun hingga Rp159 triliun. Hal ini seiring dengan jumlah surat utang jatuh tempo di 2021 yang mencapai Rp125,4 triliun.

Dalam kesempatan yang sama, Head of Economic Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan pandemi masih akan menjadi tantangan utama penerbitan obligasi korporasi di Indonesia karena masih ada berbagai kendala dalam penanganan pandemi.

“Meski vaksinasi memang sudah berjalan tapi sejauh ini masih terhambat, seperti misalnya dari sisi pasikan. Ini akan jadi PR ke depan sehingga akan jadi sentimen yang mempengaruhi dari dalam negeri meski secara fundamental Indonesia masih sangat bagus,” tutur Fikri.

Di sisi lain, sentimen dari luar negeri juga masih akan membayangi pasar obligasi di Indonesia terutama tren kenaikan yield obligasi AS (US Treasury) bertenor 10 tahun yang menjadi kiblat yield SUN Indonesia.

Seperti diketahui US Treasury terus merangkak naik selama beberapa pekan terakhir dan sempat menyentuh level 1,77 persen yang merupakan level tertingginya sejak Januari 2020. Adapun saat ini pergerakan yield US Treasury mulai melandai di sekitar level 1,55 persen.

Pergerakan US Treasury sejalan dengan yield SUN dengan tenor serupa. Yield SUN Indonesia terpantau ikut menanjak bahkan pernah mencapai 6,84 persen, level tertinggi sejak Oktober 2020. Seiring US Treasury yang melandai, yield SUN 10 tahun pun bergerak ke level 6,55 persen.

“Yield SUN mengacu pada US Treasury dan US Treasury mengacu pada inflasi AS. Kita tahu pertarungan sentimen inflasi AS dan aksi The Fed akan memengaruhi yield SUN ke depan,” ujar Fikri.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, meski tren kenaikan yield dialami oleh surat utang negara jangka menengah—panjang, surat utang korporasi yang cenderung bertenor pendek tetap mendapat dampak yang kurang baik.

“Peningkatan US Treasury memberikan persepsi negatif. Surat utang korporasi itu risiko utamanya default risk. Pada saat peningkatan risiko negara meningkat, tentu risiko koporasi lebih tinggi. Jadi meski yield [tenor pendek] tertahan, tapi risiko tetap naik. Itu yang jadi perhatian utama,” katanya.

Di sisi lain, Fikri masih optimistis kondisi pasar obligasi masih membaik sehingga dapat mendorong penerbitan surat utang korporasi lebih besar di sisa tahun ini. Apalagi jumlah surat utang yang jatuh tempo juga terbilang tinggi.

Berdasarkan data Pefindo, prediksi nilai jatuh tempo 2021 mencapai Rp125,4 triliun. Adapun, jumlah terbanyak jatuh di kuaratl II/2021 yaknI Rp34,5 triliun dan kuartal III/2021 Rp38,6 triliun.

“Kami harap banyak yang refinancing, jadi seharusnya surat utang yang terbit di 2021 lebih banyak dari jatuh tempo. Perbankan juga tampaknya mau mendorong [penerbitan] lebih banyak dan presentase jatuh tempo mereka terbesar, Kami harap perusahaan finansial issue lebih banyak tahun ini,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper