Bisnis.com, JAKARTA – Harga jagung kembali terkoreksi menyusul perubahan cuaca di Brasil yang mengurangi kekhawatiran pasar terhadap keterbatasan pasokan.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (24/3/2021), harga kontrak jagung berjangka terpantau terkoreksi hingga 0,32 persen pada posisi US$5,49 per bushel. Sementara itu, secara year to date (ytd) harga jagung masih menunjukkan pertumbuhan 13,53 persen.
Salah satu katalis penekan harga jagung adalah mulai meredanya hujan di Brasil, negara eksportir jagung terbesar kedua di dunia. Sebelumnya, cuaca hujan di negara tersebut telah menunda proses penanaman bibit jagung kedua yang disebut safrinha.
Di sisi lain, cuaca hujan di negara tetangga Brasil, Argentina, memberikan kelembaban yang dibutuhkan jagung. Sebagai informasi, Argentina merupakan eksportir jagung terbesar ketiga di dunia.
Direktur Eksekutif Kelompok Pertanian Aprosoja di Negara Bagian Mato Grosso, Wellington Andrade mengatakan, penundaan penanaman bibit jagung berpotensi mengurangi hasil panen kedepannya.
“Risiko penurunan hasil panen meningkat ke level menengah karena proses penanaman jagung dilakukan saat cuaca di Brasil cenderung kering,” jelasnya dikutip dari Bloomberg.
Baca Juga
Ia memaparkan, lebih dari setengah tanaman jagung di Mato Grosso dilakukan diluar periode waktu yang direkomendasikan. Tanaman-tanaman tersebut akan memerlukan hujan setidaknya hingga akhir Mei mendatang.
Andrade memprediksi, cuaca hujan pada April hingga Mei mendatang di negara bagian tersebut tidak akan cukup rutin untuk memastikan tumbuhan jagung mencapai level kematangan yang optimal.
Sebagai informasi, Negara Bagian Mato Grosso menyumbang sebanyak sepertiga dari total output jagung di Brasil.
Sementara itu, Presiden World Weather Inc, Drew Lerner mengatakan, cuaca kering yang tengah terjadi di Brasil sangat penting karena merupakan kesempatan bagi para petani untuk melakukan penanaman bibit-bibit jagung.
Ia menjelaskan, curah hujan di Brasil umumnya akan menurun memasuki akhir bulan April. Proses penanaman bibit yang tertunda menjadikan tingkat kelembaban pada bulan Mei mendatang amat penting untuk perkembangan tumbuhan jagung.
“Hasil produksi jagung di Brasil akan membutuhkan keajaiban berupa cuaca hujan yang terus berlangsung cukup lama untuk memastikan pertumbuhan bibit-bibit tersebut,” jelasnya.
Tingkat output jagung dari negara-negara di Amerika Selatan menjadi perhatian pasar ditengah lonjakan permintaan dari China dan keterbatasan pasokan dari eksportir nomor 1 dunia, Amerika Serikat.
Di sisi lain, jumlah inspeksi jagung AS untuk ekspor tercatat mengalami penurunan dibandingkan minggu lalu. Data dari Kementerian Pertanian AS mencatat, jumlah inspeksi jagung untuk ekspor hingga 18 Maret 2021 adalah sebesar 1,96 juta ton.
Jumlah tersebut anjlok sebesar 13,7 persen bila dibandingkan dengan jumlah inspeksi pada pekan sebelumnya yang mencapai 2,27 juta ton. Angka tersebut juga merupakan jumlah inspeksi terbesar dalam 26 tahun terakhir.
Pada pekan lalu, AS juga melaporkan ekspor sebanyak 3,87 juta ton ke China senilai US$850 juta. Hasil ekspor ini terjadi ditengah perundingan sengit yang terjadi antara kedua negara.
Meski demikian, sejumlah analis mengatakan ketegangan diplomatik ini tidak akan berimbas pada permintaan China terhadap produk jagung dan biji kedelai dari AS. Menteri Pertanian AS Tom Vilsack mengatakan, pembicaraan dengan China kembali dimulai pada Senin pekan ini.