Bisnis.com,JAKARTA - Kabar tentang Perusahaan pelat merah alias badan usaha milik negara (BUMN) untuk melantai di Bursa Efek Indonesia menjadi sorotan harian Bisnis Indonesia edisi Jumat (5/2).
Selain IPO BUMN, biaya angkut mautan kapal semakin mahal akibat kelangkaan kontainer juga menjadi perhatian. Di sisi lain, jumlah agen penjual reksa dana melesat, ditopang oleh kehadiran perusahaan teknologi finansial.
Sementara itu, kalangan perbankan juga akan lebih hati-hati dalam melakukan hapus buku kredit bermasalah dan berpedoman pada ketentuan regulator.
Berikut beberapa rincian isu-isu terkini seputar perekonomian Indonesia:
IPO jadi rencana perusahaan plat merah BUMN
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir kemarin, Kamis (4/2), mengatakan 3 tahun ke depan akan ada 8-12 perusahaan keluarga BUMN siap melantai di Bursa Efek Indonesia. Langkah IPO dinilai sebagai bagian program strategis pemerintah guna meningkatkan kapasitas bisnis dan daya saing BUMN.
Biaya angkut muatan kapal langka dan mahal
Pemerintah bersama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan asosiasi pemilik barang perlu segera mencari solusi atas kenaikan biaya angkut kapal dan biaya tambahan lainnya agar tidak semakin membebani pelaku bisnis maupun eksportir. Kenaikan harga angkut muatan kapal tiga bulan terakhir merugikan kegiatan ekonomi atau perdagangan internasional bagi Indonesia.
Subsidi LPG di Indonesia Masih Timpang
Wakil Presiden Ma’ruf Amin selaku Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menilai akses energi bagi rakyat miskin di Indonesia masih tidak imbang. Subsidi LPG hanya dinikmati oleh 35% kelompok masyarakat miskin dan rentan, sementara sisanya dinikmati kelompok masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
Jumlah agen penjual reksa dana Bertambah Pesat
Penjual reksa dana semakin ramai selama tahun lalu, hal itu menjadi pendorong lonjakan jumlah investor, khususnya lewat kanal teknologi finansial. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pada Januari 2021 terdapat 67 agen penjual reksa dana. Jumlah tersebut hampir dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah Aperd 5 tahun lalu yang hanya 36 agen.
Perbaikan Hati-hati Hapus Buku Kredit Bermasalah
Industri perbankan memperhitungkan sejumlah aspek sebelum memutuskan untuk menempuh kebijakan hapus buku terhadap debiturnya. Hapus buku dilakukan secara hati-hati dan berpedoman pada ketentuan otoritas pengawas dan kebijakan pengendalian kualitas kredit yang konservatif. Satu sisi, DPR meminta bank tidak menyamaratakan keringanan kredit kepada nasabah di masa pandemi Covid-19.