Bisnis.com, JAKARTA – Setelah mengalami fluktuasi yang drastis, harga emas akhirnya mulai stabil di kisaran US$1.900 per ounce. Hal ini terjadi seiring dengan sikap investor yang memantau perkembangan tingkat imbal hasil, nilai mata uang dolar AS dan kenaikan risiko.
Berdasarkan laporan Bloomberg pada Kamis (13/8/2020), emas di pasar Spot terpantau naik 1,11 persen atau 21,19 poin ke posisi US$1.937,02 per troy ounce pada pukul 09.35 WIB.
Pada Selasa kemarin, harga emas mengalami koreksi 5,7 persen, penurunan harian terbesar dalam tujuh tahun terakhir setelah sempat menyentuh US$2.075,47 per troy ounce pekan lalu.
Sementara itu, emas berjangka untuk pengiriman bulan Desember terpantau turun 0,06 persen ke level US$1.947,90 per troy ounce di pasar Comex di New York, Amerika Serikat.
Meskipun sempat terkoreksi, emas dan perak merupakan komoditas dengan performa harga terbaik di antara komoditas lainnya. Hal ini didorong oleh tingkat imbal hasil riil yang negatif serta banjir stimulus untuk melawan dampak negatif dari pandemi virus corona terhadap perekonomian.
Dalam laporannya, Goldman Sachs Group menyatakan emas adalah mata uang alternatif terakhir ditengah ancaman inflasi terhadap dolar AS. Goldman juga memperkirakan harga emas akan kembali menembus level US$2.000 per ounce dalam beberapa waktu.
Baca Juga
Edward Moya, Senior Market Analyst di Oanda Corp mengatakan fluktuasi harga emas akan kembali terjadi dalam waktu dekat. Hal ini ditopang oleh tingkat imbal hasil obligasi yang akan penuh dengan volatilitas di sisa tahun 2020.
"Laju harga emas kemungkinan akan moderat, tetapi masih dapat mencetak rekor harga yang baru," ujarnya.