Bisnis.com, JAKARTA – Laju pergerakan mata uang rupiah kembali melanjutkan tren pelemahan bersamaan dengan mata uang asia.
Dikutip dari data Bloomberg, Senin (30/3/2020) pukul 11.00 WIB, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot melemah 150 poin atau 0,93 persen ke level Rp16.320 setelah sempat dibuka menguat pada level Rp16.155. Sepanjang tahun berjalan, mata uang garuda sendiri sudah melemah 17,70 persen.
Berkebalikan, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim sebelumnya memprediksi rupiah akan menguat di kisaran Rp15.900 hingga Rp16.250 perdolar AS. Hal ini dikarenakan wacana program stimulus tak terbatas yang akan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Di sisi lain, mata uang yen Jepang di pasar spot menguat 0,47 persen atau 0,51 poin ke level 107,43. Padahal, sebelumnya yen sempat melemah ke level 107,95 pada pembukaannya Senin (30/3/2020). Sehingga, sepanjang tahun berjalan, yen telah menguat atas dolar AS sebesar 1,19 persen.
Penguatan mata uang dolar Singapura juga terjadi dengan kenaikan tipis sebesar 0,06 persen atau 0,0008 poin di pasar spot sehingga menyentuh level 1,426. Meski sepanjang tahun berjalan dolar Singapura sudah melorot 6,04 persen.
Adapun, Bloomberg Dollar Spot Index menguat 0,34 persen atau naik 4,23 poin menjadi US$1.244,24. Berdasarkan data Bloomberg, selain Yen Jepang dan Dolar Singapura, mayoritas mata yang Asia terpantau melemah.
Baca Juga
Tren pelemahan rupiah banyak dipengaruhi oleh sentimen global diantaranya inisiatif pemerintah Jepang dalam menanggulangi wabah Covid-19. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyatakan pemerintah tengah menyiapkan sejumlah stimulus untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah krisis.
Dari India, langkah pemerintahan Narendra Modi dalam menghadapi virus corona turut memengaruhi perhitungan para investor. Selain memangkas suku bunga, India juga telah memberikan stimulus senilai 1,7 triliun rupee.
Diperkirakan, India masih memiliki amunisi lainnya untuk mempertahankan ekonomi di tengah krisis ini. Namun, kekacauan yang ditimbulkan akibat dari keputusan lockdown yang diterapkan di negara tersebut membuat investor juga ikut panik.
Selain itu, dari Amerika Serikat, langkah Presiden Donald Trump yang menandatangani stimulus ekonomi senilai US$2 triliun dinilai belum cukup untuk mengantisipasi dampak negatif dari wabah virus corona. Pasalnya jumlah pasien virus corona terus meningkat dan menekan laju pertumbuhan negara tersebut.