Bisnis.com, JAKARTA—Harga gula dunia melonjak ke level tertinggi dalam dua tahun terakhir seiring dengan peningkatan permintaan jelang Tahun Baru China dan menurunnya pasokan dari sejumlah negara produsen utama.
Pada perdagangan Rabu (22/1/2020) pukul 18:07 WIB, harga gula kontrak teraktif Maret 2020 di bursa New York meningkat 0,15 poin atau 1,03 persen menjadi US$14,7 sen per pon. Sepanjang tahun berjalan, harga gula menguat 9,54 persen atau tertinggi dalam dua tahun terakhir atau sejak 10 Januari 2018.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan harga gula semakin manis seiring dengan meningkatnya permintaan jelang perayaan Imlek yang jatuh pada Sabtu (25/1/2020). Tiongkok, lanjut Ibrahim memiliki penduduk sekitar dua miliar jiwa sehingga permintaan dari Negeri Tirai Bambu ini amat signifikan.
Baca Juga
“Selain itu, keturunan Tiongkok di berbagai wilayah juga rutin merayakan Imlek. Mereka membutuhkan gula lebih banyak untuk membuat berbagai makanan dan minuman,” tuturnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (22/1/2020).
Dari sisi pasokan, musim hujan yang melanda sejumlah wilayah produsen utama membuat pasokan gula terbatas. Pasalnya, kadar air dalam tebu terlampau tinggi sedangkan kadar gulanya menjadi rendah.
Indonesia, sebagai importir gula rafinasi turut terdampak kenaikan harga gula dunia. Sebagaimana diketahui, gula rafinasi digunakan oleh pelaku usaha di industri makanan dan minuman.
Kendati menyentuh level tertinggi dalam dua tahun terakhir, Ibrahim memprediksi tren kenaikan harga gula tidak akan bertahan lama. Dia memperkirakan, usai momen Imlek, harga gula akan kembali normal.
“Harga gula sudah melampaui ekspektasi pasar. Setelah perayaan Imlek pada Sabtu—Minggu [25—26 Januari 2020] diperkirakan akan terkoreksi dan berangsur normal,” imbuhnya.
Strategist Commonwealth Bank of Australia Tobin Gorey menyampaikan harga gula yang cenderung bullish pada 2020 ditopang sejumlah faktor. Dari sisi suplai, sejumlah produsen utama seperti Brazil, India, dan Thailand memangkas produksi.
“Selain itu, Brasil sebagai produsen dan eksportir gula terbesar di dunia mulai memacu produksi etanol dari tebu,” paparnya, seperti dikutip dari Bloomberg.
Mata uang real Brasil juga melemah 4 persen sepanjang Januari 2020, sehingga meningkatkan selera pasar yang menggunakan mata uang dolar AS, karena harga yang lebih murah. Namun demikian, peningkatan harga gula dapat memicu Brasil untuk kembali meningkatkan ekspor sehingga turut menambah pasokan global.
ING Bank dalam laporannya menyebut rendahnya data produksi India kemungkinan besar akan berlanjut menopang harga gula tetap tinggi. Namun, permintaan global juga akan menurun sekitar 2 juta—3,5 juta ton.
Dalam publikasi risetnya, The Hightower Report menuliskan di samping faktor fundamental, harga gula juga mendapatkan dukungan dari stabilnya harga minyak. Apalagi mata uang real Brasil sedang dalam tren melemah.
Dari sisi suplai, India Sugar Mills Association (ISMA) memprediksi produksi pada musim yang berakhir 15 Januari 2020 hanya akan mencapai 10,9 juta ton, turun 26 persen dibandingkan musim sebelumnya.
Dengan demikian, total produksi gula di Negara Hindustan dalam semusim hanya akan mencapai 27 juta ton, atau level terendah dalam tiga tahun terakhir. Di Thailand, total pasokan gula akan merosot menuju 12 juta ton dari sebelumnya 14 juta ton, sejalan dengan penurunan produksi tebuh sebesar 23 persen.
“Secara teknikal, harga gula berpotensi mencapai resistan US$14,82 sen per ton, dengan level support US$14,14 sen per ton,” tulisnya dalam riset.