Bisnis.com, JAKARTA - Danareksa Sekuritas telah memproyeksikan imbal hasil surat utang negara denominasi rupiah tenor 10 tahun pada 2020.
Kepala Riset Ekuitas Danareksa Sekuritas Helmy Kristanto mengatakan dalam risetnya, imbal hasil surat utang negara (SUN) denominasi rupiah tenor 10 tahun bisa bergerak ke bawah 7 persen pada akhir tahun. Adapun, saat ini imbal hasil SUN berada di level 7,03 persen menurut laman worldgovernmentbond.
Menurut Helmy pemerintah mempertahankan strategi front loading atau penerbitan surat berharga negara (SBN) lebih banyak pada awal tahun guna memenuhi kebutuhan pendanaan di tengah pasar yang bergejolak.
Pada kuartal I/2020 pun pemerintah telah menetapkan target penerbitan sebesar Rp165 triliun dari target penerbitan kotor sebesar Rp742 triliun.
Helmy dan tim pendapatan tetap memproyeksikan imbal hasil SUN bisa menyentuh level 6,04 persen hingga 6,75 persen pada akhir 2020.
“Di 2020, tim pendapatan tetap kami menargetkan imbal hasil sebesar 6,04 persen sampai 6,75 persen dibandingkan 6,32 persen hingga 6,77 persen pada 2019,” ujarnya.
Lebih lanjut, Helmy menyebut ada risiko pada semester II/2020 ketika defisit anggaran melebar sehingga mengerek naik imbal hasil SUN seperti yang terjadi pada 2019.
Pada 2019, defisit anggaran naik ke level 2,2 persen sehingga berimbas pada peningkatan pasokan surat berharga negara (SBN). Pemerintah pun menerbitkan SBN sebesar Rp897 triliun dari target semula Rp826 triliun.
Bertambahnya pasokan SBN di pasar surat utang pada akhirnya menekan imbal hasil sehingga imbal hasil yang seharusnya bisa bergerak turun meninggalkan 7 persen. Pasalnya, kendati minat investor tinggi, pasokan SBN tetap tinggi sehingga tak mampu mengatrol harga SBN di pasar. Akhirnya, hal itu mengakibatkan pergerakan imbal hasil yang cenderung menguat.
Danareksa Sekuritas mencatat kenaikan pasokan SBN menekan imbal hasil secara umum dari 7,16 persen ke level 7,35 persen. Adapun, sensitivitas tambahan Rp10 triliun pada pasokan SBN, imbal hasil akan naik 4 basis poin hingga 8 basis poin.
“Pada 2019 terdapat kenaikan pasokan SBN yang menekan yield secara umum ke 7,35 persen pada Desember dari 7,16 persen,” kata Helmy.
Dia menuturkan masih ada risiko peristiwa ini terulang pada akhir 2020. Alasannya, pemerintah tetap pada sikap kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan. Oleh karena itu, kendati pemerintah telah menargetkan defisit anggaran sebesar 1,7 persen pada 2020, masih ada peluang defisit anggaran melebar dan mendorong tambahan pasokan jelang akhir tahun. Tambahan pasokan ini pada akhirnya bisa mendorong penguatan imbal hasil.
“Risiko di semester 2/2020 kami meyakini ada potensi defisit lebih besar terutama dengan sikap pemerintah terhadap kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan. Situasi di akhir 2019 bisa terulang saat imbal hasil meningkat,” kata Helmy.