Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Saham : Indeks Kembali ke Atas 6.000, Investor Disarankan Tetap Hati-hati

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri pelemahan 6 hari berturut-turut pada akhir pekan ini.
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta/Antara-Nova Wahyudi
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta/Antara-Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA—Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri pelemahan 6 hari berturut-turut pada akhir pekan ini. 

IHSG ditutup menguat 0,99% ke level 6.011 pada penutupan perdagangan Jumat (29/11/2019). Selama sepekan, IHSG turun 1,45% dan sejak awal tahun IHSG tertekan 2,95%.

Delapan dari sembilan sektor berakhir di zona hijau, dipimpin infrastruktur dan finansial yang masing-masing menguat 2,28% dan 1,53%. Satu-satunya yang berakhir di zona merah hanya sektor tambang yang melemah 1,73%.

Adapun, saham PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) yang masing-masing naik 2,88% dan 2,95% menjadi pendorong utama kenaikan tajam IHSG pada akhir perdagangan.

Sementara itu, memburuknya perkembangan perang dagang AS—China masih menekan bursa utama di kawasan Asia Pasifik. Indeks Shanghai Composite melemah 0,61%, indeks Nikkei 225 dan Topix Jepang ditutup turun masing-masing 0,49% dan 0,51%, sementara indeks Hang Seng Hong Kong anjlok 2,03%.

Irwanti, Director & Fund Manager Schroders Indonesia menilai sutuasi saat ini menjadi yang paling sulit selama 3 tahun terakhir terutama bagi pasar saham.

Dirinya menjelaskan lambannya pertumbuhan ekonomi global yang diikuti pemberian stimulus moneter di seluruh dunia menjadikan situasi semakin berisiko.

Suku bunga rendah bahkan suku bunga negatif di sebagian negara pada saat kondisi sektor riil tidak bergairah dibarengi dengan keinginan [investor] untuk mendapatkan return yang lebih tinggi, memaksa investor untuk mengambil risiko yang lebih tinggi demi mengejar return yang makin sulit dicari,” tulisnya lewat Fund Manager Perspective yang diterima Bisnis, Jumat (29/11/2019).

Padahal, dirinya mengingatkan, terkadang investor sering melupakan bahwa kinerja yang tinggi akan diikuti oleh risiko yang lebih tinggi lagi dari sisi penurunan harga dan likuiditas.

Di tengah kinerja ekonomi dan daya beli yang tak bergairah, kinerja saham yang spektakuler mestinya dipertanyakan.

“Apakah berdasarkan kondisi fundamental atau tidak? Ini bukanlah hal baru dan sangat wajar karena investor selalu mempunyai target untuk mencapai kinerja yang tinggi,” imbuhnya.

Lebih lanjut, investor pun diharapkan kembali mencermati kondisi saat ini dengan lebih saksama. Bahwasanya pada kondisi di mana tidak tercapainya suatu target akan lebih baik ketimbang mengambil tolok ukur yang tidak sehat karena tidak memperhatiakn aspek fundamental dan likuiditas.

Irwanti menambahkan saat ini adalah kondisi di mana investor harus mengedepankan likuiditas serta kinerja investasi jangka panjang dan kembali pada prinsip ‘alon alon asal kelakon’. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Rustam Agus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper