Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ORI016 Diprediksi Bakal Sepi Peminat

Instrumen obligasi negara ritel (ORI) seri ORI016 diprediksi bakal sepi peminat karena kupon yang ditawarkan terlalu rendah dan pemesanan yang masuk diperkirakan akan mengulang kegagalan penawaran ORI014 dua tahun lalu.
Obligasi Ritel Indonesia/Istimewa
Obligasi Ritel Indonesia/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA--Instrumen obligasi negara ritel (ORI) seri ORI016 diprediksi bakal sepi peminat karena kupon yang ditawarkan terlalu rendah dan pemesanan yang masuk diperkirakan akan mengulang kegagalan penawaran ORI014 dua tahun lalu.

Direktur Riset Pilarmas Investindo Sekuritas Indonesia, Maximilianus Nico Demus memprediksi penawaran ORI016 tak akan bisa merangsang minat investor sama seperti penawaran seri ORI014. Seri ORI014 saat itu menawarkan kupon rendah yakni 5,85%. Saat itu, hanya menjaring data sebesar Rp8,95 triliun. Padahal, sebelumnya seri ORI015 yang menawarkan kupon 6,6% mendapatkan penawaran lebih tinggi.

"Sebelumnya kan ada seri ORI yang enggak laku. ORI yang ini kasusnya sama," ujarnya, Senin (30/9/2019).

Dia berujar kupon yang ditawarkan Pemerintah pada ORI016 kurang menarik. Pasalnya, kupon tersebut lebih rendah dari SUN tenor 3 tahun yang sebesar 6,5%. Selain itu, kupon tersebut tak cukup kompetitif bila dibandingkan instrumen lain seperti deposito kendati dari sisi pajak lebih rendah yakni 15%. Adapun, deposito dikenakan pajak 20%.

"Kalau bedanya 30 basis buat apa? Bank BUKU I, BUKU II bisa kasih lebih besar tanpa menunggu hold 3 tahun," katanya.

Dia mengakui kupon 6,8% yang ditawarkan Pemerintah di bawah ekspektasi investor. Dia menyebut sulit bagi Pemerintah untuk menarik minat investor bila kupon yang ditawarkan terlalu rendah meskipun ORI memiliki fitur bisa diperjualbelikan. Menurutnya, fitur tersebut bisa dimanfaatkan segmen investor selain ritel. Dengan demikian, pada akhirnya kupon bakal menentukan minat investor terhadap ORI016.

"Tujuannya buat siapa kalau memang untuk ritel tolong kasih kupon yang lebih baik men-shifting kepemilikan asing menjadi lokal sehingga volatilitas di pasar bond berkurang. Mereka (investor ritel) lebih suka buy and hold," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper