Bisnis.com, JAKARTA—Kokohnya kinerja keuangan emiten perbankan syariah PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk. diperkirakan analis bakal menopang prospek saham berkode BTPS tersebut pada tahun ini.
Di lantai bursa, saham BTPS melonjak 73,26 persen sepanjang tahun berjalan 2019. Hingga akhir perdagangan Selasa (10/9/2019), sahamnya ditutup di levevl harga Rp3.110 per saham.
Sejak Januari-10 September 2019, BTPS sempat menyentuh level harga tertinggi Rp3.630 per saham pada 11 Juli 2019.
Di sisi kinerja, pada paruh pertama 2019, BTPS mencetak pertumbuhan laba bersih tahun berjalan yang fantastis dengan kenaikan 35,87 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp609,77 miliar dari sebelumnya Rp448,76 miliar.
Adapun pendorong utamanya adalah pendapatan bunga atau hak bagi hasil milik bank yang tumbuh 24,42 persen yoy menjadi Rp1,80 triliun sepanjang semester I/2019 dari posisi Rp1,45 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan tersebut ditopang oleh kuatnya pertumbuhan pendanaan sebesar 24 persen yoy dan membaiknya posisi margin.
Baca Juga
Bersamaan dengan menguatnya top line, dampak efisiensi pendanaan (cost efficiency) juga terus terasa dengan belanja operasional perseroan tumbuh 17 persen yoy berbanding dengan pertumbuhan total aset sebesar 30 persen yoy.
Analis Ciptadana Sekuritas Asia Erni Marsella Siahaan menjelaskan, kualitas aset BTPS tetap solid dengan NPL tercatat 1,3 persen pada kuartal II/2019 dibandingkan dengan 1,4 persen pada kuartal sebelumnya.
Namun, BTPS hanya mampu membangun level coverage secara konservatif dengan loan loss coverage meningkat menjadi 223 persen dari 159 persen pada tahun lalu. Adapun hal itu lebih disebabkan oleh bencana alam pada 2018 dan antisipasi pemberlakuan IFRS 9.
Erni mempertahankan posisi overweight untuk sektor perbankan dengan BBRI sebagai pilihan dari perbankan big four dan BTPS dari perbankan non-big four.
Dirinya menjelaskan, kedua perbankan tersebut memiliki tingkat pinjaman yang relatif lebih baik ditopang oleh pinjaman dari bisnis mikro dan ultra mikro.
Sementara itu, cost of fund perseroan dapat masuk ke tren penurunan setelah tingkat deposito dipangkas mengikuti penurunan suku bunga acuan.
“Kami juga yakin kedua bank [BBRI dan BTPS] akan mendapat manfaat yang besar dari tren efisiensi belanja operasional yang berasal dari labor intensive micro/ultra-micro business model,” tulis Erni dalam riset terbarunya, seperti dikutip pada Selasa (10/9/2019).
Adapun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini telah mengeluarkan statistik perbankan untuk periode Januari—Juni 2019. Pertumbuhan pinjaman tercatat turun 9,9 persen yoy pada periode tersebut dari posisi 11,1 persen pada periode Januari—Mei 2019.
Berdasarkan ukuran aset, pertumbuhan pinjaman dari perbankan non-big four melambat 7,3 persen pada periode Januari—Mei 2019 dibandingkan dengan 9,4 persen pada periode Januari—Maret 2019.
Sementara itu, pertumbuhan pinjaman dari perbankan big four melambat ke 12,5 persen pada semester I/2019 dari posisi 13,8 persen pada kuartal I/2019.
“Kami mempertahankan perkiraan bahwa pertumbuhan pinjaman [perbankan] dapat tumbuh ke 9 persen —10 persen pada tahun ini,” imbuh Erni.
Rekomendasi Beli
Adapun, Ciptadana Sekuritas merevisi naik perkiraan pendapatan BTPS sebesar 2 persen pada tahun ini dengan asumsi ada kenaikan pertumbuhan pendanaan.
Dengan demikian, Erni tetap merekomendasikan beli untuk BTPS dengan target harga Rp4.080. Target harga tersebut menunjukkan proyeksi price to book value (PBV) 6.0—4,9 kali pada 2019—2020.
Senada, Analis Deutsche Verdhana Sekuritas Indonesia James Nugroho dan Raymond Kosasih juga menegaskan posisi beli untuk BTPS ditopang oleh momentum positif pendapatan perseroan.
“Kami memperkirakan BTPS merupakan kandidat terkuat untuk konstituen LQ45 dan IDX30,” tulis James dan Raymond dalam risetnya.
Adapun per Juni 2019, BTPS telah menempati posisi ke-19 saham yang paling banyak diperdagangkan selama 12 bulan terakhir. Sementara itu, BTPS juga sudah masuk ke dalam indeks Jakarta Islamic Index yang artinya BTPS juga telah melewati kriteria filter yang ditetapkan oleh bursa, seperti compliance perdagangan dan performa keuangan.
Ditambah lagi, dari data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia, kepemilikan lokal BTPS telah mencapai posisi terendahnya. Per Mei 2019, kepemilikan asing terhadap saham BTPS mencapai 25,3% dari total 30% free float publik.
Deutsche Verdhana Sekuritas menetapkan target harga BTPS sebesar Rp3.500. Namun, risiko untuk saham ini tetap ada, seperti risiko operasional dan penipuan sehubungan dengan tingginya high cash transaction business model, risiko regulator dan bunga pinjaman, risiko kualitas aset, cost of fund, dan kompetisi dengan pendatang baru.