Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah dunia berhasil rebound ke posisi lebih tinggi pada akhir perdagangan Kamis (13/6/2019), menyusul pemberitaan mengenai serangan terhadap kapal tanker di dekat Selat Hormuz.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Juli 2019 ditutup menguat US$1,14 di level US$52,28 per barel di New York Mercantile Exchange, setelah sempat melonjak hingga menyentuh level 53,45.
Adapun harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus 2019 berakhir menanjak 2,3 persen di level US$61,31 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London, setelah sempat menyentuh level 62,64.
Pada perdagangan Rabu (12/6), Brent anjlok nyaris 4 persen ke level terendah dalam sekitar lima bulan. Minyak mentah acuan global ini diperdagangkan premium sebesar US$8,77 terhadap WTI untuk bulan yang sama.
Dilansir dari Bloomberg, pemerintah Amerika Serikat (AS) menyalahkan Iran atas serangan terhadap dua tanker di dekat Selat Hormuz, wilayah yang dilalui sekitar 20% dari produksi minyak dunia.
Hal ini kontan meningkatkan prospek konfrontasi militer dan gangguan pasokan di Timur Tengah. Akan tetapi, membengkaknya jumlah stok minyak AS serta tanda-tanda melambatnya konsumsi di seluruh dunia tetap membebani harga minyak.
Meski membukukan kenaikan pada sesi perdagangan Kamis, harga minyak WTI masih turun lebih dari 3 persen untuk pekan berjalan.
Harga minyak mentah telah goyah dalam beberapa pekan terakhir karena ketegangan perdagangan antara AS dan China, dua ekonomi terbesar dunia, mengancam prospek permintaan.
Kenaikan harga pada Kamis memberi penangguhan pelemahan, karena serangan tanker itu menimbulkan kekhawatiran bahwa upaya diplomatik tidak akan mencegah konflik bersenjata antara Iran dan AS. Seperti diketahui, pemerintah AS sebelumnya telah menjatuhkan sanksi pada negara anggota OPEC tersebut.
“Pasar minyak hari ini bereaksi terhadap apa yang mereka lihat. Ada potensi hal ini menjadi faktor yang lebih penting daripada penawaran,” ujar Jeff Klearman, manajer portfolio di GraniteShares, New York.
Insiden pada Kamis (13/6) itu terjadi hanya sebulan setelah empat kapal, termasuk dua kapal tanker Saudi, disabotase. Pemerintah AS menuding Iran sebagai pelaku serangan pada bulan lalu.
Menyusul sanksi yang lebih ketat dari AS terhadap Iran, pemerintahan Trump memang telah beralih kepada Arab Saudi, lawan politik Iran, untuk menjaga agar pasar minyak tetap dipasok secara memadai.
Pejabat AS sendiri telah menentukan Iran bertanggung jawab atas serangan terbaru pada Kamis. Kepada awak media di Washington, Menteri Luar Negeri Michael Pompeo mengungkapkan bahwa Iran sebelumnya telah mengancam akan mengurangi transportasi minyak di Selat Hormuz.
Sementara itu, para pejabat Iran membantah keterlibatan negara ini. Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif justru mengindikasikan kemungkinan keterlibatan musuh-musuh Iran di balik serangan tersebut dan mengulangi seruan untuk dialog regional.
Serangan-serangan terbaru itu juga dapat memicu ketegangan ketika OPEC dan aliansinya bertemu dalam beberapa pekan mendatang guna memutuskan tingkat produksi minyak untuk paruh kedua tahun ini.
Kartel minyak ini telah berupaya untuk menetapkan tanggal pertemuan yang tepat ketika perselisihan Arab Saudi dan Iran menghambat kemampuannya untuk membuat keputusan.
Pergerakan minyak mentah WTI kontrak Juli 2019 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
13/9/2019 | 52,28 | +1,14 poin |
12/6/2019 | 51,14 | -2,13 poin |
11/6/2019 | 53,27 | +0,01 poin |
Pergerakan minyak mentah Brent kontrak Agustus 2019 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
13/6/2019 | 61,31 | +1,34 poin |
12/6/2019 | 59,97 | -2,32 poin |
11/6/2019 | 62,29 | 0 poin |
Sumber: Bloomberg