Bisnis.com, JAKARTA -- Moody's Investor Service melaporkan bahwa penerbitan sukuk global pemerintah dan supranasional akan kembali pulih pada 2019 dan mencapai rekor volume tertinggi pada 2020, atau bisa lebih cepat, setelah mengalami penurunan pada tahun lalu. Proyeksi ini dapat tercapai dengan syarat harga minyak tetap pada level moderat.
Pemulihan penerbitan sukuk didorong oleh kebutuhan pembiayaan defisit yang meningkat ditengah harga minyak yang moderat, khususnya untuk penerbit dari negara anggota Dewan Kerjasama Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC).
Selain itu, pertumbuhan kebutuhan refinancing sukuk, terutama di Malaysia sejumlah emiten besar secara bertahap meningkatkan porsi sukuk dalam total penerbitan bersih.
"Dalam jangka menengah, penerbitan bruto akan terus tumbuh seiring dengan sukuk yang diterbitkan oleh GCC mulai jatuh tempo dan dibiayai kembali [refinanced] melalui penerbitan baru," ujar Wakil Presiden Moody's Alexander Perjessy yang juga penulis laporan, seperti dikutip melalui siaran pers yang diterima Bisnis, Selasa (19/2/2019).
Penerbitan sukuk bruto global menurun sebesar 5% menjadi US$78 miliar pada 2018, dari US$82 miliar pada 2017. Memasuki 2020, Moody's memproyeksikan total penerbitan sukuk pemerintah dan sukuk supranasional, termasuk sekuritas jangka pendek, akan melampaui rekor tertinggi sepanjang masa yakni pada kisaran US$93 miliar pada 2012.
Pendalaman pasar sukuk global akan memungkinkan negara penerbit sukuk untuk mendiversifikasi lebih luas sumber pembiayaan mereka. Hal ini juga akan memberikan sumber pembiayaan yang lebih stabil jika dibandingkan dengan obligasi konvensional dengan syarat struktural yang cukup ketat untuk sekuritas berbasis Syariah dari lembaga keuangan Islam.
"Kami memperkirakan penerbitan sukuk global meningkat menjadi US$87 miliar pada 2019 dan tumbuh menuju US$ 100 miliar pada 2020," tulis Moody's.
Malaysia sejauh ini memiliki stok sukuk jangka panjang terbesar yang beredar senilai US$84 miliar, diikuti oleh Indonesia dan Arab Saudi masing-masing sekitar US$40 miliar.
Ketiga negara tersebut dan Qatar merupakan penerbit sukuk paling aktif dalam mempromosikan pengembangan pasar obligasi syariah.
Sepanjang 2015 - 2018, hampir 80% kebutuhan defisit fiskal Malaysia terpenuhi oleh penerbitan sukuk. Sementara itu, di Indonesia dan Qatar, sukuk menutup sekitar sepertiga dari defisit fiskal dan sekitar 14% dari kebutuhan Arab Saudi.
Islamic Development Bank sejauh ini masih merupakan penerbit terbesar diantara penerbit suku supranasional dengan nilai lebih dari US$16 miliar pada akhir 2018.