Bisnis.com, JAKARTA – Bitcoin diperdagangkan dengan nilai di atas US$6.000 setelah sempat anjlok di bawah level tersebut untuk pertama kalinya sejak Februari pada akhir pekan lalu. Mata uang digital tersebut menuju penurunan untuk dua kuartal berturut-turut.
Pada Senin (24/6), berdasarkan harga komposit Bloomberg, mata uang kripto diperdagangkan dengan harga US$6.148 di Hongkong, naik 1,3% dari nilainya pada penutupan perdagangan pada Jumat (22/6).
Berdasarkan harga Bitstamp, bursa perdagangan di Luxembourg, bitcoin sempat anjlok ke posisi US$5.780 pada Minggu (24/6), melanjutkan pelemahan pada 2018 yang terjadi pada Februari lalu. Koin lainnya seperti Ripple, Ethereum, dan Litecoin juga diperdagangkan dengan harga lebih rendah.
Bitcoin terperosok lebih dari 50% sepanjang tahun ini karena sejumlah pemangku kebijakan dari seluruh dunia terus meningkatkan pengawasannya pada mata uang yang dinilai dapat digunakan sebagai sarana penipuan ini.
Sejumlah penipuan menggunakan mata uang digital itu pernah terjadi, salah satunya pencurian senilai US$500 juta di perdagangan Jepang dan kejadian serupa di Korea Selatan sehingga menurunkan kepercayaan terhadap keamanan penggunaan mata uang digital tersebut.
Pada kasus lain, Kim Moon-hyung, rekanan perdagangan Bitkoex di Korea Selatan, mengungkapkan bahwa ada kebocoran data pribadi termasuk jumlah investasi dan alamat pengguna, beserta kata sandi dari 19 klien yang sempat disebarkan lewat group chat KakaoTalk pada 22 Juni lalu. Namun tidak ada kerugian secara finansial dari kejadian tersebut.
Volatilitas harga bitcoin pada Minggu (24/6) muncul setelah Bank of International Settlement (BIS), yang berfungsi sebagai clearing house dan badan riset membentuk forum diskusi untuk sejumlah bank sentral, menyuarakan kritik pada mata uang digital itu.
Kepala badan riset BIS Hyun Song Shin mengatakan, sejumlah mata uang kripto seharusnya diatur seperti perdagangan saham dan obligasi.