Bisnis.com, JAKARTA - Bank sentral meyakini posisi rupiah terhadap mata uang Negeri Paman Sam yang berada di teritori Rp13.700 per dolar AS merupakan nilai yang jauh dari nilai fundamental saat ini.
Doddy Zulverdi, Direktur Eksekutif Kepala Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), mengatakan kondisi penguatan yang terjadi pada rupiah dalam beberapa hari terakhir pun belum cukup membuat rupiah kembali ke level fundamentalnya.
"Yang terjadi sekarang itu adalah angka yang menurut assesment Bank Indonesia bukan merupakan nilai sesuai dengan level fundamental atau di atas fundamental sehingga seharusnya bisa lebih kuat dari level saat ini," tegas Doddy, Rabu (14/3/2018).
Kendati enggan mengungkapkan angka fundamental yang ditetapkan BI, Doddy mengungkapkan nilai tukar yang fundamental pernah dicapai sebelum fluktuasi terjadi pada bulan Januari lalu.
Dia menuturkan nilai tukar fundamental bukan suatu angka yang selalu tetap. Pasalnya, nilai fundamental rupiah selalu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di dalam negeri.
Ke depannya, BI meyakini rupiah dapat kembali ke nilai fundamentalnya, mengacu pada prospek ekonomi dalam negeri, inflasi, defisit transaksi berjalan, utang luar negeri dan rating positif dari lembaga pemeringkat asing.
"Kami meyakini itu bisa kembali dengan argumen fundamental kita tidak alasan untuk melemah," ungkap Doddy.
Jika penguatan, BI menegaskan pihaknya akan membiarkan rupiah untuk kembali ke level fundamentalnya.
Jelang FOMC meeting pada 21 Maret 2018, BI meyakini fluktuasi nilar tukar rupiah akan mereda karena pelaku pasar sudah meyakini keputusan Fed untuk menaikkan suku bunganya kali ini.
Selain itu, Doddy menambahkan penguatan rupiah yang terjadi pasca pernyataan Trump terkait bea masuk baja dan alumunium serta ekspektasi berlebih atas perbaikan data ekonomi AS didorong oleh keyakinan pasar atas komitmen BI untuk menjaga pergerakan rupiah sehingga aksi jual terhadap rupiah tidak berlanjut.