Bisnis.com, JAKARTA - Jumlah aksi korporasi berupa penawaran umum perdana saham (IPO) di Bursa Efek Indonesia tercatat paling banyak dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara dalam periode Januari-September 2017.
Kendati demikian, berdasarkan jumlah dana yang dihasilkan, IPO di BEI kalah dibandingkan dengan aksi korporasi serupa di negara lain. IPO di Indonesia juga belum sanggup menyaingi IPO di bursa-bursa efek lain di seluruh dunia dalam hal jumlah perusahaan atau dana yang dihasilkan.
Informasi itu dapat dibaca dalam laporan perusahaan konsultan, Ernst & Young (EY), mengenai kegiatan IPO di seluruh dunia sampai kuartal III/2017.
Selama sembilan bulan pertama 2017, jumlah perusahaan yang IPO di BEI mencapai 22 perusahaan atau meningkat 69% dibandingkan dengan jumlah pada periode yang sama 2016. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah IPO di Thailand (22), Singapur (14), Malaysia (9), Filipina (4), Sri Lanka (2), Kamboja (1) dan Vietnam (0).
Secara jumlah, dana yang dihasilkan dari IPO di Indonesia mencapai US$0,3 miliar pada Januari-September 2017 atau turun 64% dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama 2016.
Jumlah itu masih lebih kecil dibandingkan dengan dana hasil IPO di Thailand (US$1,7 miliar), Singapura (US$3,3 miliar), Malaysia (US$1,7 miliar), Filipina (US$0,5 miliar) dan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil IPO di Sri Lanka (US$0,01 miliar) dan Kamboja (US$0,03 miliar).
EY memasukkan Sri Lanka dalam data negara Asean yang melakukan IPO. Secara keseluruhan, dalam 9 bulan pertama 2017, jumlah negara yang IPO mencapai 71 di kawasan Asean atau meningkat 29% dan jumlah dana yang dihasilkan mencapai US$7,4 miliar atau naik 88%.
Jumlah itu masih kalah jauh dibandingkan dengan kegiatan IPO di China (termasuk China Daratan, Hong Kong, Taiwan) sebanyak 459 perusahaan dengan hasil IPO US$36,4 miliar, diikuti oleh Jepang 57 perusahaan dengan hasil US$3,3 miliar dan Korea Selatan 42 perusahaan dengan hasil US$5,7 miliar.
Ringo Choi, EY Asia-Pasific IPO Leader, menyatakan Asia Pasifik meneruskan dominasinya di pasar IPO global pada kuartal III. Perkiraan di kuartal IV, yang secara historis merupakan waktu tersibuk dalam pencatatan saham dalam setahun, bahkan telah terlampaui di kuartal III.
"Hong Kong tetap menjadi persinggahan pilihan bagi pencatatan saham lintas batas di Asia-Pasifik sementara bursa efek lainnya di kawasan ditopang oleh pencatatan saham domestik mereka yang kuat," paparnya dalam laporan tersebut seperti dikutip pada Senin (27/11/2017).
Ringo menyatakan dalam jangka panjang, fundamental ekonomi yang kuat ditambah aksi pemerintah untuk mendukung pasar dan ekonomi di negara seperti China, Singapura, Australia dan Jepang seharusnya menjaga pencatatan saham (listing) tetap kuat. Kendati demikian, tensi di Korea bisa menciptakan ganjalan dalam perjalanan IPO ke depannya.
Menurut EY, lima dari sepuluh bursa efek paling aktif berdasarkan jumlah IPO dan empat paling aktif berdasarkan jumlah dana yang dihasilkan dalam periode Januari-September 2017 berlokasi di Asia Pasifik.
Salah satu IPO besar di Asia Pasifik dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi NetLink NBN Trust, yang menghasilkan dana sekitar US$1,7 miliar di Bursa Efek Singapura. Sampai kuartal III/2017, IPO paling banyak terjadi di sektor industrial dengan porsi 22%.
Berdasarkan catatan Bisnis, sampai awal November 2017, tercatat 28 perusahaan telah menggelar IPO dan masih ada 10 perusahaan dalam pipeline yang akan mencatatkan sahamnya di penghujung 2017
Berdasarkan data BEI, 27 perusahaan yang telah menggelar IPO sepanjang 2017 memiliki total emisi sebesar Rp5,61 triliun. Pada 2018, BEI menargetkan 35 perusahaan yang melakukan IPO.