Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis di laman Bursa Efek Indonesia, perusahaan semen yang berbasis di Sumatera Selatan itu membukukan pendapatan sebesar Rp999,6 miliar dalam periode Januari-September 2017 atau turun dibandingkan dengan Rp1,04 triliun pada periode yang sama 2016.
Dalam laporan keuangannya, emiten berkode saham SMBR itu menulis catatan mengenai pendapatan yang diperoleh perusahaan. Seperti diketahui, sebagai perusahaan semen, Semen Baturaja memperoleh pendapatan dari menjual semen.
Secara umum, perusahaan menjual 2 jenis semen yaitu semen curah dan semen bungkus. Dalam periode Januari-September 2017, penjualan semen curah turun menjadi Rp233 miliar dibandingkan dengan Rp309,89 miliar pada periode yang sama 2016.
Sebaliknya, penjualan semen bungkus yang dibukukan oleh Semen Baturaja meningkat menjadi Rp754,99 miliar dalam periode Januari-September 2017 dibandingkan dengan Rp710,7 miliar pada periode yang sama 2016.
Direktur Utama Semen Baturaja Rahmad Pribadi memaparkan pendapatan perusahaan pada Januari-September 2017 turun karena selama Juli-Agustus 2017 terdapat semen dari pabrik baru, Pabrik Baturaja II, yang dijual dan tidak bisa diakui sebagai pendapatan karena masih dalam status uji coba dan menjadi biaya negatif.
“Namun per 1 September 2017 Pabrik Baturaja II sudah komersil dan penjualannya mulai dibukukan sebagai revenue. Jika diakumulasi, seharusnya pendapatan kami di 9 bulan 2017 masih naik sekitar 2,75% yoy (year-on-year) dan masih lebih tinggi dari pertumbuhan pendapatan industri yang hanya 1,5%,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (1/11).
Dalam periode Januari-September 2017, Semen Baturaja menjual semen sebanyak 1.165.116 ton atau tumbuh sebesar 4% dbandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu.
Rahmad mengatakan keberadaan Pabrik Baturaja II menjadi pembeda antara Semen Baturaja dengan perusahaan semen besar lainnya karena dengan teknologi pabrik baru, perseroan mengklaim dapat menjaga harga pokok penjualan per ton.
Kondisi itu dianggap mempengaruhi pencapaian laba kotor perusahaan yang mencapai Rp331,6 miliar dan dianggap lebih baik dari kinerja laba kotor industri semen yang mengalami penurunan 21%. “Harga jual / ton semen masih terjaga, hanya turun 1% dibanding industri yang turun 8-10%” sambung Rahmad.