Bisnis.com, JAKARTA — Harga gas alam merosot dalam dua sesi perdagangan seiring dengan proyeksi berkurangnya permintaan Amerika Serikat sebagai konsumen terbesar di dunia akibat stabilnya cuaca.
Pada perdagangan Senin (19/6/2017) pukul 13.13 WIB, harga gas alam untuk kontrak Juli 2017 merosot 2,60% menuju US$2,958 per MMbtu (Million British Thermal Unit).
Sepanjang tahun berjalan (year to date /ytd), harga sudah terkoreksi sebanyak 20,57%. Pada 2016, harga gas alam memanas 33%.
Seperti dikutip dari Bloomberg, harga gas alam menurun karena cuaca yang sejuk menumbuhkan proyeksi menurunnya permintaan. Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) suhu di sebagian wilayah Timur Laut AS cenderung mendingin sampai 28 Juni 2017.
Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA), dalam sepekan yang berakhir Jumat (9/6/2017) stok gas alam di AS naik 78 miliar kaki kubik menjadi 2.709 miliar kaki kubik.
Analis Asia Trade Point Futures Andri Hardianto menuturkan harga gas alam sempat kembali memanas akibat sentimen politik di seputar Qatar, sebagai produsen keempat terbesar di dunia, pada pekan pertama Juni 2017. Pasalnya ada kemungkinan kondisi ini mengganggu distribusi gas dari Qatar ke negara-negara Timur Tengah dan Asia.
Baca Juga
Namun, pada jangka menengah dan panjang faktor yang lebih besar datang dari AS yang berencana mengalihkan penggunaan bahan bakar pembangkit energi dari gas alam ke batu bara. Sentimen ini muncul setelah Trump menarik diri dari perjanjian iklim Prancis.
"Tren negatif masih akan memayungi gas alam dalam jangka menengah dan panjang akibat sentimen AS sebagai konsumen terbesar di dunia," ujarnya kepada Bisnis.com beberapa waktu lalu.
Konflik seputar Qatar memang berpotensi memanaskan harga gas alam ke level US$3 per MMBTU. Namun, harga berpeluang anjlok pada akhir 2017 ke posisi US$2,10 per MMBTU.