Bisnis.com, JAKARTA--Harga bijih besi diprediksi meningkat 11,3% year on year (yoy) pada 2017 menjadi US$65 per ton, dari sebelumnya US$58,4 per ton.
Pada penutupan perdagangan Selasa (7/2/2017) harga bijih besi untuk kontrak Mei 2017 di bursa Dalian naik 1,4% atau 8,5 poin menjadi 614,5 yuan (US$89,26) per ton. Ini menunjukkan peningkatan 10,82% sepanjang tahun berjalan.
Tahun lalu, harga tembaga melonjak 84,18% year on year (yoy) menjadi 652 yuan (US$93,95) per ton.
Bank Dunia dalam laporan Commodity Markets Outlook Januari 2017, menyampaikan melonjaknya harga bijih besi pada 2016 disebabkan tiga faktor utama, yakni kuatnya permintaan baja di China, pengetatan produksi, dan rendahnya persediaan.
"Namun, harga sedikit melunak pada awal 2017 karena meningkatnya persediaan China dan pelemahan permintaan secara musiman," papar laporan yang dikutip Bisnis.com, Selasa (7/2/2017).
Di sisi lain, produsen utama bijih besi seperti Australia dan Brasil sudah meningkatkan produksi sejak November 2016. Apalagi di Negeri Samba, Vale SA memulai proyek tambang baru.
Proyeksi bertumbuhnya produksi yang tidak seiring dengan penyerapan China membuat harga sempat tertekan. Menurut Bank Dunia, pasar bijih besi terutama ditentukan oleh kekuatan permintaan baja dan produksi di Negeri Panda.
Harga bijih besi masih berpeluang tumbuh 11,3% yoy pada 2017 menjadi US$65 per ton, dari sebelumnya US$58,4 per ton. Adapun pada 2018, harga diprediksi merosot 15,38% yoy menuju US$55 per ton.