Bisnis.com, JAKARTA - Utang jatuh tempo emiten pertambangan batu bara merangkak naik. Rasio kredit bermasalah perusahaan komoditas itu juga kian menghawatirkan.
Dari data yang dihimpun Bisnis.com dengan laporan keuangan berdenominasi dolar Amerika Serikat, sebanyak 13 emiten batu bara mencatatkan kenaikan utang jatuh tempo tahun ini hingga 6,9% year-on-year. Emiten itu harus membayar utang hingga US$231,71 juta per semester I/2016 dari sebelumnya US$216,74 juta.
Tiga emiten batu bara dengan laporan keuangan berdenominasi rupiah mencatat penurunan utang jatuh tempo hingga 21,8% menjadi Rp1,14 triliun dari Rp1,46 triliun.
Otoritas Jasa Keuangan melaporkan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) sektor pertambangan hingga Juni 2016 mencapai 6,28%. Bila dibandingkan, NPL industri mencapai Rp126,62 triliun atau 3,11% dari total penyaluran kredit perbankan Rp4.070,45 triliun.
Tren melambungnya NPL pertambangan telah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Tengok saja, NPL sektor pertambangan pada Desember 2014 mencapai 2,5%. Bahkan, NPL terakhir telah melesat dari posisi 4,3% pada Januari 2016.
Sektor pertambangan dan penggalian menyumbang NPL senilai Rp7,53 triliun. Padahal, total penyaluran kredit di sektor itu mencapaai Rp119,95 triliun per akhir Juni 2016.
Direktur Keuangan PT Indika Energy Tbk. Aziz Armand mengatakan perseroan memiliki anak usaha di sektor tambang batu bara, yakni PT Petrosea Tbk. (PTRO). Tahun ini, PTRO memiliki utang jatuh tempo senilai US$29,29 juta atau turun 13,78% dari tahun lalu US$33,97 juta.
PTRO memiliki pinjaman kepada PT Bank ANZ Indonesia dengan total US$22,5 juta yang akan jatuh tempo pada 30 September 2016. Sedangkan, pinjaman dari Citibank, N.A., Indonesia (Citibank) mencapai keseluruhan US$20 juta.
Indika Energy sebagai induk usaha, telah melunasi lebih awal utang obligasi senilai US$128,5 juta pada Desember 2015. Total obligasi emiten bersandi saham INDY tersebut mencapai US$300 juta yang akan jatuh tempo pada 2018.
"Manajemen terus mengkaji dan membuka kemungkinan-kemungkinan terkait refinancing obligasi tersebut," katanya kepada Bisnis.com, Rabu (7/9/2016).
Emiten sektor infrastruktur yang lebih banyak bergelut di bidang penambangan batu bara itu juga memiliki utang obligasi lainnya. Perseroan menggenggam utang obligasi senilai US$500 juta dan akan jatuh tempo pada 2023.
Pada kesempatan terpisah, Head of Corporate Communication Division PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) Febriati Nadira, menuturkan posisi utang bersih perseroan sampai dengan semester I/2016 mencapai US$702 juta. Pembayaran pinjaman bank pada periode ini mencapai US$69 juta.
"Tahun ini belum ada rencana refinancing," katanya melalui pesan singkat.
Pada saat bersamaan, entitas afiliasi ADRO melalui PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG), PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA), mengantongi pinjaman dari Pierfront Capital Mezzanine Fund Pte. Ltd., senilai US$25 juta.
Perjanjian kredit diteken pada 5 September 2016 dengan pemberi gadai Merdeka Mining Partners Pte., Ltd. Dari US$25 juta, sebanyak US$10 juta digunakan untuk membiayai cost overrun, dan sisanya US$15 juta untuk pengembangan proyek lapisan porfiri milik MDKA dan modal kerja.
"Pinjaman akan dilakukan selama 48 bulan sejak tanggal pencairan pertama dilakukan," kata Sekretaris Perusahaan MDKA Ellie Turjandi.
Saham MDKA dan aset Merdeka Mining Partners digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman itu. Suku bunga kredit didasarkan atas presentase margin 6,75% ditambahkan dengan LIBOR dan minimumtingkat pengembalian 9% per tahun dari jumlah pokok pinjaman.
Transaksi pinjaman itu utamanya akan difokuskan untuk membiayai proyek Tujuh Bukit milik PT Bumi Suksesindo sebagai anak usaha perseroan. Pinjaman juga digunakan untuk memperkuat posisi keuangan dan menyediakan pendanaan bagi rencana proyek ke depan.
Analis PT Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menilai emiten-emiten pertambangan harus memutar strategi untuk melunasi utang jatuh tempo. Pilihan refinancing dapat dilakukan oleh emiten komoditas batu bara.
"Bisa menggunakan pinjaman bank atau obligasi. Tapi tren suku bunga sekarang terus turun di perbankan, NPL pertambangan terus naik," katanya saat dihubungi terpisah.