Bisnis.com, JAKARTA - Harga bijih besi kembali menyentuh level puncak baru sepanjang 2016 setelah China mengumumkan kenaikan impor bahan baku baja tersebut. Meskipun demikian, reli diprediksi berbalik arah pada kuartal IV/2016.
Pada penutupan perdagangan Senin (8/8/2016) harga bijih besi untuk kontrak September 2016 naik 2,16% atau 10,5 poin menjadi 497 yuan (US$74,66) per ton. Angka tersebut menunjukkan sepanjang tahun berjalan harga sudah meningkat sebanyak 59,04%.
Data Badan Administrasi Umum dan Bea Cukai menyebutkan, pada periode Januari-Juli 2016, impor bijih besi meningkat 8,1% menjadi 582 juta ton, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Juli, pasokan bijih besi yang masuk sebesar 88,4 juta ton, naik 8,33% dari bulan sebelumnya sejumlah 81,6 juta ton.
Adapun ekspor baja bertumbuh 8,5% menuju ke 67,41 juta ton pada Januari-Juli 2016. Penjualan baja ke luar negeri pada Juli 2016 juga meningkat 5,8% menjadi 10,9 juta ton dari bulan sebelumnya sejumlah 10,3 juta ton.
Dang Man, analis Maike Futures Co., menyampaikan penguatan ekspor ini cukup kontras dengan kinerja bulan sebelumnya. Saat itu, jatuhnya dolar dan perlambatan perdagangan bersama India serta Eropa membatasi penyerapan produk.
Menurutnya, peningkatan permintaan dari luar negeri membuat produsen baja di China mendulang keuntungan. Namun, tingkat ekspor yang masih terlampau besar berpotensi membuat gesekan dalam perdagangan global.
"Perhatian global mengarah kepada kasus ekspor China yang cukup besar. Hal ini dapat memicu adanya pertentangan," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (8/8/2016).
Sebelumnya, Perdana Menteri China LiKeqiang menegaskan kelebihan kapasitas pasar baja bukanlah kesalahan satu negara. Dewan Negara China sudah menyatakan keinginan pemangkasan produksi sebesar 100 juta ton hingga 150 juta ton baja menjadi 55 juta ton sampai dengan 95 juta ton.
Artinya, langkah tersebut dapat mengurangi konsumsi bijih besi sekitar 90 juta ton hingga 150 juta ton, atau 15% dari total pasokan global.
Dari sisi harga, nilai bijih besi terangkat oleh rencana pemerintah China yang akan memangkas produksi. Negeri Panda menyerap sepertiga suplai bijih besi global dan memasok 50% suplai baja di dunia, sehingga kinerjanya sangat berpengaruh terhadap pasar komoditas tersebut.