Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Isu Brexit Meredup, Pound Sterling Melonjak

Mata uang poundsterling mengalami lonjakan tertinggi sejak 2008 seiring dengan hasil survei terbaru yang mengisyaratkan Inggris menetap di Uni Eropa.
Poundsterling. /Bisnis.com
Poundsterling. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang pound sterling mengalami lonjakan tertinggi sejak 2008 seiring dengan hasil survei terbaru yang mengisyaratkan Inggris menetap di Uni Eropa.

Pada perdagangan Senin (20/6/2016) pukul 18:29 WIB nilai tukar GBP-US$ menguat 0,0277 atau %1,93% menuju 1,4635 per dolar AS. Lonjakan harga tertinggi sejak Desember 2008 ini pun menunjukkan sepanjang tahun berjalan nilai GBP-US$ sudah terkoreksi 0,66%.

Dalam waktu yang sama, indeks dolar menurun 0,509 poin atau 0,54% menuju 93,697. Angka tersebut menunjukkan harga sudah merosot 5% sepanjang 2016. Sementara mata uang EUR-US$ turut menguat bersama GBP sebesar 0,45% atau 0,0051 poin menuju 1,1328 per dolar AS. Sepanjang tahun ini harga sudah meningkat 4,30%.

Poundsterling cenderung bergerak volatil akibat rencana Inggris keluar dari Uni Eropa. Keputusan menetap atau berpisah akan dilakukan melalui referendum pada Kamis (23/6/2016).

Seiring meningkatnya estimasi Brexit atau British Exit, harga pound terus tertekan akibat langkah investor yang beralih kepada aset yang dianggap aman. Namun, dalam tiga sesi perdagangan berturut-turut, mata uang tersebut berhasil menguat dan melakukan reli tertinggi sejak 2008.

Robert Rennie, Global Head of Currency & Commodity Strategy Westpac Banking Corp., menyampaikan pembunuhan terhadap Jo Cox pada Kamis (16/6), Anggota Parlemen yang mendukung Bremain, menjadi pemicu kecenderungan suara memilih Inggris untuk menetap. Sentimen ini kemudian diperkuat dalam hasil jajak terbaru.

Terkini, survei dari Survation yang berlangsung Sabtu-Minggu (17-18/6) menghasilkan dukungan untuk menetap mencapai 45% responden, sedangkan pemilih Brexit mencapai 42%. Jajak pendapat YouGov pada Kamis (16/6) yang mencatatkan dominasi Brexit (44%) pun beralih di Jumat (17/6) kepada Bremain.

"Jajak pendapat di akhir pekan mendapat sentimen dari kematian tragis Jo Cox, sehingga menggeser beberapa pemilih ke posisi menetap. Faktor ini mendorong pelonjakan pound sterling," tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (20/6/2016).

Di sisi lain, hasil survei yang cenderung positif direspon pasar secara luas dengan optimis. Alhasil mata uang safe haven seperti yen terkoreksi kemarin.

Pada perdagangan Senin (20/6) harga yen mencapai 104,55 per dolar AS setelah terkoreksi 0,39 poin atau 0,37%. Sepanjang tahun berjalan mata uang Negeri Sakura sudah menguat 12,93%.

Natixis dalam publikasi risetnya, Senin (20/6) memaparkan, menjelang referendum Brexit sejumlah mata uang di Eropa dan negara berkembang cenderung bergerak volatil. Namun, dalam jangka menengah efek secara langsung hanya akan dirasakan oleh negara yang terkait langsung dengan Inggris.

"Perpektif fundamental ekonomi lebih berpengaruh dalam jangka panjang, apapun hasilnya referendum Inggris nanti," tulisnya.

Dari sudut pandang teknikal, GBP-USD memiliki tiga level support, yakni 1,436; 1,4452; 1,4551 dengan level resistance 1,4600; 1.4672; 1.4786. Dalam waktu dekat, harga siap menembus angka 1,46 untuk mencapai posisi yang lebih tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper