Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LIPPO KARAWACI: Perusahaan Milik Taipan Mochtar Riady Genjot Penjualan Properti

Tekanan kinerja pendapatan pada emiten properti pada 2015 juga terjadi pada enitas milik taipan Mochtar Riady, PT Lippo Karawaci Tbk. Tahun ini, pendapatan dan laba bersih induk perusahaan properti itu diproyeksi bakal berbalik positif.
PT SCG Readymix Indonesia (SRMI), pemasok beton siap pakai di Indonesia di bawah merek menandatangani nota kesepakatan dengan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR). Melalui kesepakatan tersebut, SRMI akan menjadi pemasok beton siap pakai untuk proyek pembangunan The Global Smart City - Millennium Village (MV)./Martin Sihombing-JIBI
PT SCG Readymix Indonesia (SRMI), pemasok beton siap pakai di Indonesia di bawah merek menandatangani nota kesepakatan dengan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR). Melalui kesepakatan tersebut, SRMI akan menjadi pemasok beton siap pakai untuk proyek pembangunan The Global Smart City - Millennium Village (MV)./Martin Sihombing-JIBI

Bisnis.com, JAKARTA--Tekanan kinerja pendapatan pada emiten properti pada 2015 juga terjadi pada enitas milik taipan Mochtar Riady, PT Lippo Karawaci Tbk. Tahun ini, pendapatan dan laba bersih induk perusahaan properti itu diproyeksi bakal berbalik positif.

Franky Rivan, analis PT KDB Daewoo Securities Indonesia, menilai Lippo Karawaci merupakan salah satu emiten properti yang memiliki target pra-penjualan atau marketing sales yang agresif pada tahun ini.

Perseroan menargetkan marketing sales tahun ini dapat mencapai Rp5 triliun, melonjak 38% dibandingkan dengan realisasi pada periode sebelumnya Rp3,6 triliun. Pendorong utama pemasaran pada tahun ini bakal datang dari Kemang Village tahap II, Emery Park dari Millenium Village, dan Lippo Office Thamrin.

"Bila melihat target yang agresif dikombinasikan dengan outlook ekonomi Indonesia yang membaik, kami menduga realisasi kinerja Lippo Karawaci tidak akan jauh dari target," katanya dalam riset belum lama ini.

Dia memerkirakan, LPKR bakal meraup pendapatan Rp11,8 triliun dengan laba bersih Rp1,9 triliun tahun ini. Target harga saham LPKR mencapai Rp1.110 per lembar dengan, turun dari sebelumnya Rp1.175 per lembar.

Penurunan rekomendasi terjadi lantaran proyeksi profitabilitas divisi kesehatan tahun ini tertekan. Tetapi, masih tertolong oleh target marketing sales divisi properti milik Grup Lippo tersebut.

Kinerja Siloam Tertekan BPJS Kesehatan

Divisi healthcare dijalankan oleh PT Siloam Hospitals International Tbk. (SILO). Pendapatan SILO pada tahun lalu memang terbilang membaik, tetapi, bottom line perseroan sulit menanjak lantaran tekanan pada profitabilitas.

Pendapatan SILO memang belipat empat kali sejak 2010 sebesar Rp4,1 triliun, tetapi margin laba bersih melambat menjadi 1,7% dari tahun 2010 yang masih 6,5%. Tekanan profitabilitas diduga berasal dari program kesehatan pemerintah, misalnya BPJS kesehatan yang ditalangi oleh sebagian besar rumah sakit milik Siloam.

Dari 20 rumah sakit SILO, katanya, sebanyak 13 di antaranya harus memberikan layanan pada pasien BPJS kesehatan. Rumah sakit pemberi layanan BPJS Kesehatan akan memiliki margin laba yang cukup tipis dengan pendapatan bakal menjadi piutang akibat lamanya pembayaran.

Fakta dari penjualan rumah sakit SILO meroket menjadi 41 hari atau melonjak 12 hari dari 2010. Catatannya, sebesar 60,2% aset SILO berasal dari piutang.

Sementara itu, Lippo Karawaci sebagai induk, berencana untuk menjual aset pada tahun ini sebesar Rp6,7 triliun termasuk penjualan Real Estate Investment Trust (REITs). Tahun lalu, LPKR menjual tiga aset miliknya senilai Rp1,7 triliun kepada REITs yakni Lippo Mall Kuta Rp800 miliar, Siloam Hospitals Yogyakarta Rp400 miliar, dan Lippo Plaza Yogya Rp500 miliar.

Dia menambahkan, meski LPKR memiliki target marketing sales yang terbilang tinggi tahun ini, manajemen justru akan melihat kondisi pasar saat meluncurkan produk barunya. Sebelum meluncurkan produk, LPKR akan menerbitkan priority pass.

Manajemen LPKR akan meluncurkan produk bila 120% dari total unit telah diserap melalui priority pass tersebut dengan kemungkinan pembatalan hingga 50%. LPKR meyakini, bila pembatalan terjadi, setidaknya komponen biaya konstruksi akan tertutupi dari penjualan 60% dari total unit.

Secara terpisah, analis PT J.P. Morgan Securities Indonesia Felicia Tandiyono, menuturkan marketing sales emiten properti belum membaik meski infrastruktur digenjot dan iklim kredit pemilikan rumah (KPR) telah mulai tampak membaik.

Bahkan, saham LPKR masuk ke dalam kategori underweight lantaran meningkatnya eksposure perseroan pada dolar Amerika Serikat. Tetapi, LPKR tertolong oleh melonjaknya target marketing sales tahun ini.

J.P. Morgan memproyeksi pertumbuhan marketing sales pada sektor properti di Indonesia tahun ini mencapai 18%. "LPKR memiliki leverage tertinggi dan arus kas terendah di antara emiten properti," tulisnya.

Tahun ini, total utang LPKR terhadap ekuitas diproyeksi mencapai 0,5 kali, lebih rendah dari sebelumnya 0,6 kali. Total utang terhadap EBITDA juga semakin rendah menjadi 3,1 kali dari 7,2 kali.

Begitu pula dengan marketing sales LPKR tahun ini diproyeksi bakal tumbuh 76% dibandingkan dengan koreksi pada tahun lalu sebesar 30%. Tahun ini, J.P. Morgan memproyeksi marketing sales LPKR dapat mencapai Rp6,38 triliun dari Rp3,62 triliun pada 2015.

Lippo Genjot Pendanaan Melalui DIRE

Manajemen Grup Lippo berencana menghimpun pendanaan lewat instrumen dana investrasi real estate (DIRE) dengan melepas sejumlah aset perkantoran dan pergudangan logistik melalui skema kontrak investasi kolektif (KIK). Lippo tertarik melepas aset-aset tersebut menyusul pemberian diskon pajak untuk instrumen KIK DIRE oleh pemerintah.

Chairman Lippo Group James Riady mengatakan grup tidak akan melepas aset-aset pusat perbelanjaan dan rumah sakit karena sudah lebih dahulu dilepas ke dua perusahaan manajemen aset berbasis di Singapura, yakni First Reit dan LMIR Trust.

"Di Indonesia kami ingin menawarkan sesuatu yang berbeda, komplementer denga apa yang sudah berjalan di Singapura," katanya baru-baru ini.

Sejak 2006, Grup Lippo telah merintis penerbitan DIRE di Singapura. Hingga Desember 2015, valuasi aset yang dikelola First Reit dan LMIR Trust masing-masing mencapai 1,8 miliar dolar Singapura dan 1,2 miliar dolar Singapura.

First Reit memiliki 17 aset rumah sakit yang tersebar di Indonesia, Singapura, dan Korea Selatan sedangkan LMIR Trust memilki portofolio pusat perbelanjaan dengan luas sewa bersih mencapai 816.798 meter persegi.

James mengatakan, aset perkantoran dan pergudangan milik memiliki nilai yang cukup menarik untuk diilepas. Dia menyebut, aset pergudangan milik grup misalnya, tersebar di beberapa kota untuk menyokong bisnis ritel. Di bisnis ini, sayap usaha Lippo antara lain terkembang melalui PT Matahari Putra Prima Tbk. dan PT Matahari Department Store Tbk.

Hingga tahun lalu Matahari Putra Prima memiliki 293 gerai sedangkan Matahari Department Store memiliki 142 gerai. Kendati siap dilepas, James belum mau membeberkan valuasi aset-aset yang akan dilego. "Itu masih kami perhitungkan," kata dia.

Sejauh ini, pelepasan aset milik Grup Lippo bakal diserap oleh PT Bowsprit Asset Management, anak usaha PT Lippo Karawaci Tbk. Tiga aset perkantoran akan dilepas dengan nilai mencapai Rp1,5 triliun pada semester II/2016 mendatang.

Akan tetapi, Direktur Utama Bowsprit Angi Lim mengatakan akuisisi aset perkantoran milik Lippo Group baru akan dilakukan setelah pemerintah menerbitkan aturan pemotongan pajak DIRE.  "Sambil menunggu peraturan kami collect fund dulu, beberapa investor asing juga berminat," ujarnya.

Pembagian Dividen LPKR Rp3,51 Per Lembar

Ketut Budi Wijaya, Presiden Direktur LPKR menyatakan perseroan membagikan dividen tahun buku 2015 sebesar Rp80 miliar setara dengan Rp3,51 per lembar. Hal itu diputuskan dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) Maret lalu.

Menurutnya, pendapatan LPKR mencapai Rp8,9 triliun pada 2015. Meski merosot, katanya, pendapatan operasional di luar pendapatan extraordinary dari penjualan aset ke REITS, meningkat sebesar 8% menjadi Rp8,9 triliun dari Rp8,3 triliun.

Penurunan laba bersih tahun lalu terjadi akibat melemahnya sektor properti yang disebabkan oleh merosotnya kepercayaan konsumen. Kerugian selisih kurs yang belum terealisasi sebesar Rp155 miliar serta tertundanya penjualan aset ke REITS merupakan kontributor utama penurunan laba bersih tahun lalu.

Pendapatan properti turun sebesar 51% menjadi Rp3,4 triliun, dan memberikan kontribusi 38% terhadap total pendapatan. Hal ini terutama karena tertundanya penjualan aset ke REITS pada periode 2015. Sedangkan, pendapatan recurring bertumbuh 18% menjadi Rp 5,5 triliun dan memberikan kontribusi sebesar 62% terhadap total pendapatan.

"Pembagian dividen sebesar Rp 80 miliar, merupakan komitmen kami untuk mempertahankan imbal hasil kepada para pemegang saham dengan mendistribusikan dividen tahunan 15% dari laba bersih," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper