Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja emiten telekomunikasi sepanjang tahun lalu mulai pulih seiring dengan positifnya pendapatan yang diraup oleh PT Telekomunikasi Indonesia (Persero), PT XL Axiata Tbk., dan PT Indosat Tbk.
Badan usaha milik negara (BUMN) telekomunikasi yang merilis kinerja Kamis (3/2/2016), misalnya, membukukan capaian positif. Pendapatan Telkom lebih tinggi 1,9% dari prediksi konsensus yang dirangkum Bloomberg menjadi Rp102,47 triliun pada 2015.
Sepanjang 2015, emiten berkode saham masing-masing TLKM, ISAT, dan EXCL tersebut, menorehkan bottom line yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Bila TLKM mampu meningkatkan laba bersih, ISAT dan EXCL sukses menurunkan rugi bersih.
Telkom membukukan kenaikan laba bersih 7% menjadi Rp15,48 triliun pada 2015 dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp14,47 triliun. Pendapatan yang berhasil diraup Telkom meningkat 14,2% dari tahun sebelumnya Rp89,69 triliun.
Beban yang ditanggung Telkom sepanjang tahun lalu meningkat 15,11% menjadi Rp69,6 triliun dari Rp60,4 triliun. Lompatan tekanan terjadi pada kerugian selisih kurs yang melonjak 228% menjadi Rp46 miliar dari Rp14 miliar dan beban lain-lain meroket 384% menjadi Rp1,9 triliun dari Rp396 miliar.
Laba usaha yang diraup Telkom pada 2015 mencapai Rp32,41 triliun, naik 10,9% menjadi Rp29,2 triliun. Laba sebelum pajak naik 9,5% mencapai Rp31,34 triliun dari Rp28,61 triliun.
Laba tahun berjalan mengalami kenaikan 9,6% menjadi Rp23,31 triliun dari Rp21,27 triliun. Laba komprehensif yang dapat diatribusikan kepada entitas induk dan kepentingan non pengendali mencapai Rp23,94 triliun dengan laba per saham dasar Rp157,77 dari Rp148,13.
Per 31 Desember 2015, total aset Telkom mencapai Rp166,17 triliun, naik 17% dari akhir tahun sebelumnya Rp141,82 triliun. Liabilitas melonjak 30% menjadi Rp72,74 triliun dari Rp55,83 triliun dan ekuitas naik 8,6% menjadi Rp93,42 triliun dari Rp85,99 triliun.
Dalam siaran pers yang diterbitkan induk usaha Indosat, yakni Ooredoo Group, pada Selasa, (1/3/2016), tercatat rugi bersih ISAT pada 2015 sebesar 320 juta Rial Qatar (QAR). Rugi bersih ini membaik dari rugi bersih pada 2014 sebesar 564 QAR.
Dengan nilai tukar Rp3.633 per Rial Qatar, berdasarkan data Bloomberg kemarin, maka rugi bersih ISAT pada 2015 sebesar 320 juta QAR setara dengan Rp1,16 triliun.
Menurut Ooredoo Group, depresiasi rupiah dan hasil rugi selisih kurs berdampak pada bottom line Indosat. Jika mengeluarkan dampak nilai tukar, ISAT membukukan laba bersih sebesar 175 juta QAR pada 2015 atau Rp635,78 miliar.
Pendapatan ISAT sepanjang 2015 mencapai 7,27 miliar QAR (Rp26,43 triliun), merosot 2% dari 7,39 miliar QAR pada 2014. Sementara, EBITDA pada 2015 naik sebesar 1% menjadi 3,3 miliar QAR. Margin EBITDA meningkat menjadi 45% pada 2015 dibandingkan dengan 44% pada tahun sebelumnya.
Dalam mata uang rupiah, pendapatan Indosat pada 2015 naik 11% year-on-year dan EBITDA bertumbuh 14% y-o-y. Jumlah pelanggan pada 2015 naik 10% dari tahun sebelumnya hingga menjadi hampir 70 juta
“Depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 11% selama 2015 berdampak negatif terhadap kinerja keuangan dalam Rial Qatar,” tulis Ooredoo Group.
Sepanjang 2015, Indosat Ooredoo mampu meningkatkan pangsa pasarnya, merampungkan modernisasi jaringan, dan memperluas cakupan 3G ke area prioritas, serta mengkomersialisasikan jaringan LTE 4G.
Serupa dengan ISAT, rugi bersih XL Axiata pada 2015 lebih baik dari tahun sebelumnya. Rugi bersih EXCL pada 2015 sebesar Rp25,33 miliar, turun drastis dari rugi bersih pada 2014 sebesar Rp803,71 miliar.
Membaiknya rugi bersih disebabkan laba usaha yang meningkat. Laba usaha pada 2015 meroket 97,9% menjadi Rp3,14 triliun dari 2014. Peningkatan laba usaha didorong kuat oleh keuntungan dari penjualan dan sewa-balik menara pada tahun lalu yang mencapai Rp2,03 triliun. Nilai ini melompat 651% dari 2014.
EXCL pun mampu menekan sejumlah beban pada 2015. Beban infrastruktur turun 12,84% dari 2014, beban interkoneksi dan beban langsung lainnya merosot 31% y-o-y, dan beban amortisasi turun 60,3% y-o-y.
Adapun, pendapatan EXCL pada 2015 turun 2,5% menjadi Rp22,88 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp23,46 triliun. Rinciannya, pendapatan jasa telekomunikasi selular turun 1,2% y-o-y menjadi Rp21,85 triliun, sedangkan pendapatan dari jasa telekomunikasi lainnya merosot 23,5% menjadi Rp1,11 triliun.
“Pendapatan sedikit lebih rendah dari target perseroan,” tulis manajemen perseroan dalam laporan tahunan yang disampaikan ke laman Bursa Efek Indonesia belum lama ini.
XL Axiata mencatat margin EBITDA sebesar 37%, sesuai dengan target di sekitar pertengahan 30%. Adapun, pangsa pasar jasa telekomunikasi sekitar 19%.
XL menargetkan margin EBITDA pada 2016 di atas 30% dengan pertumbuhan EBITDA yang lebih baik dari pertumbuhan pendapatan. Khusus pendapatan, EXCL menargetkan pendapatan di atas pertumbuhan pasar. Adapun, modal belanja tahun ini diproyeksi sekitar Rp7 triliun.
Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menilai kinerja emiten telekomunikasi bakal membaik pada tahun ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih tinggi dari 5%. Namun, emiten telekomunikasi disarankan untuk mewaspadai pergerakan nilai tukar dolar AS pada tahun ini setelah terjadi peningkatan revenue pada 2015.
Dari data Bloomberg, kurs rupiah terhadap dolar AS pada akhir 2016 diproyeksi mencapai Rp14.318/US$. Hingga kemarin, rupiah mampu membukukan apresiasi 4,2% sepanjang tahun berjalan menjadi Rp13.232/US$.
"Kurs dolar AS yang masih di atas Rp13.000/US$ membuat perusahaan dengan belanja modal dalam dolar menjadi biaya tinggi. Persaingan sepertinya sudah enggak lagi, tantangan ada di teknologi," katanya kepada Bisnis.com.
Dia menilai, kinerja TLKM sepanjang tahun lalu menjadi paling moncer di antara emiten telekomunikasi lainnya. Hal itu disebut lantaran diversifikasi produk yang dimiliki Telkom jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan emiten yang lainnya.
Kemampuan manajemen TLKM untuk mencetak laba pada tahun lalu terbilang jawara. Sedangkan, emiten telekomunikasi yang lain masih berkutat pada utang dan fluktuasi nilai tukar rupiah.