Bisnis.com, MELBOURNE - Kendati sempat meningkat ke level US$50 per ton, harga bijih besi kemungkinan besar akan kehabisan tenaga untuk melanjutkan tren positif.
Pasalnya, pasokan global terus bertambah meski sudah berlebihan. Di sisi lain, sejumlah produsen baja seperti China menutup produksi, sehingga menyurutkan permintaan bijih besi sebagai bahan baku.
Paul O’Malley, Chief Executive Officer BlueScope Steel Ltd. sebagai perusahaan produsen baja terbesar di Australia menuturkan, tren bijih besi ke depan masih cenderung turun dibandingkan naik.
Pada Desember, bijih besi anjlok ke level terendah lebih dari enam tahun. Beberapa pemasok besar seperti Vale SA dan Rio Tinto Group di Brasil, serta BHP Billiton Ltd. di Australia mengalami kondisi yang bertepatan dengan menyusutnya konsumsi baja di Negeri Panda.
Permintaan baja China turun 2,3% menjadi 804 juta ton tahun lalu. Saat itu, pabrik domestik bergejolak pertama kalinya sejak 1981 silam.
Data Bloomberg menunjukkan pada perdagangan Senin (22/2) harga bijih besi untuk kontrak Mei 2016 naik 13 poin atau 4,86% menjadi 361,5 yuan per ton.