Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

JAPFA COMFEED INDONESIA: Dari Dugaan Kartel Hingga Volatilitas Harga

Di tengah impitan rendahnya harga day old chick (DOC) dan ayam broiler, tiga emiten sektor peternakan terlilit dugaan kartel. Salah satunya adalah PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA).
Kantor Japfa Comfeed/Ilustrasi-shareinv.com
Kantor Japfa Comfeed/Ilustrasi-shareinv.com

Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah impitan rendahnya harga day old chick (DOC) dan ayam broiler, tiga emiten sektor peternakan terlilit dugaan kartel. Salah satunya adalah PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA).

Awal 2016, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya persekongkolan kartel ayam untuk mendongkrak harga DOC dan ayam broiler yang lesu akibat oversupply dalam dua tahun terakhir.

Dugaan kartel ayam tidak muncul tanpa alasan. Kecurigaan muncul lantaran kurva harga DOC dan ayam broiler naik signifikan sejak Oktober 2015 hingga awal Januari 2016.

Dugaan kartel ayam ditindaklanjuti KPPU dengan menggelar investigasi untuk menggali bukti pelanggaran Pasal 11 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang praktik monopoli dan persaingan usaha.

Hal utama yang menjadi perhatian adalah soal larangan pada pelaku usaha untuk membuat perjanjian dengan saingannya dalam rangka mempengaruhi harga untuk mengatur produksi.

Mengejutkan, hasil penyelidikan KPPU merujuk pada dugaan kartel ayam yang melibatkan 12 pelaku usaha. Dua belas pelaku usaha itu terdiri dari tiga perusahaan publik dan sembilan perusahaan swasta.

Tiga perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia dan terlilit dugaan ini adalah PT Charoen Pokphand Jaya Farm yang merupakan anak perusahaan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA), dan PT Malindo Feedmill Tbk. (MAIN).

Adapun sembilan perusahaan peternakan yang juga tersangkut dugaan kartel ayam adalah PT Satwa Borneo, PT Wonokoyo Jaya Corp, PT CJ-PIA (Cheil Jedang Superfreed), PT Taat Indah bersinar, PT Cibadak Indah Sari Farm, CV. Missouri, PT Ekspravet Nasuba, PT Reza Perkasa, dan PT Hybro Indonesia.

Kartel ayam yang ditudingkan KPPU bermula dari kesepakatan pelaku usaha dan regulator untuk menggulirkan program culling atau pemusnahan 6 juta ekor indukan ayam (parent stock/PS) pada September 2015. Tujuannya, agar harga ayam broiler yang anjlok di bawah biaya pokok produksi dapat terdongkrak.

Kesepakatan itu melandasi pemusnahan 2 juta ekor indukan ayam hingga awal Januari 2016. Belum capai target afkir dini 6 juta ekor indukan ayam, program itu dihentikan lantaran mendapat teguran dari KPPU.

Dugaan kartel ayam segera memasuki babak baru yang menyeret 12 perusahaan peternakan ke meja hijau untuk meng-ajukan alat bukti, yaitu keterangan saksi, ahli, surat dan atau dokumen, petunjuk dan keterangan.

Maya Pradjono, Corporate Secretary Japfa Comfeed Indonesia, dalam keterbukaan informasi berharap tidak dituduh melakukan pelanggaran hukum apapun. Pasalnya, afkir dini indukan ayam dilakukan sesuai arahan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.

"Dua anak perusahaan, PT Santosa Agrindo and PT Austasia Stockfeed, akan hadir di hadapan KPPU pada 12 Februari 2016 untuk memenuhi penyelidikan KPPU atas tuduhan suatu kartel serta membatasi peredaran dan/atau penjualan produk pada pasar bersangkutan," jelasnya, Senin (8/2).

Maya menegaskan dua anak perusahaan Japfa tersebut memiliki alasan yang kuat untuk menepis dugaan kartel ayam dan berharap tidak dikenai sanksi apapun oleh KPPU.

Secara statistik, JPFA merupakan pemain kedua terbesar pakan ternak dan DOC di Indonesia. Posisi pertama diduduki oleh Charoen Pokphand Indonesia. Posisi kedua diraih seiring total kapasitas produksi pakan ternak JPFA yang mencapai 4,3 juta ton dan DOC sebanyak 763 juta per tahun.

Namun, lini bisnis peternakan unggas JPFA masih dibayangi oleh belum stabilnya harga DOC dan ayam broiler, risiko depresiasi nilai tukar rupiah, dan lonjakan bahan baku impor komponen pakan ternak. Ditambah, tudingan terlibat dalam kartel ayam.

JAPFA COMFEED INDONESIA: Dari Dugaan Kartel Hingga Volatilitas Harga

RISIKO TINGGI

Dalam risetnya, analis Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto mengatakan bisnis DOC yang digeluti Japfa masih mengandung risiko yang cukup tinggi. Hal ini mengingat harga DOC dan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh stabilitas pasar.

“Kalau ekuilibrium pasar terganggu, harga DOC dan ayam potong akan volatile," tulisnya dalam riset yang terbit pada Selasa (9/2).

Franky Kumendong, analis UOB Kay Hian, dalam risetnya menjelaskan sepanjang kuartal IV/2015, harga DOC dan ayam broiler cenderung naik. Secara kuartalan, harga ayam broiler naik 5%-6% pada kuartal IV/2015 menjadi rata-rata Rp17.000 per kg hingga Rp18.000 per kg.

Pada periode yang sama, harga DOC naik menjadi Rp5.000 per ekor. Tren itu berlanjut pada awal Januari 2016. Hingga pekan kedua Januari, harga ayam broiler tercatat Rp21.000 per kg dan harga DOC Rp5.800 per ekor hingga Rp6.200 per ekor.

Seiring kenaikan harga DOC dan ayam broiler, harga saham JPFA mulai bergerak naik dari harga terendah Rp297 per saham pada 30 September 2015 ke level Rp775 per saham pada penutupan perdagangan Rabu (10/2).

Harga DOC dan ayam broiler yang bergerak dengan kompak akan mempengaruhi pendapatan JPFA. Setiap 5% kenaikan harga DOC dan ayam broiler, profit operasional dan net income JPFA berpotensi naik 30% dan 57%.

Sementara itu, setiap 5% kenaikan harga pakan unggas akan mengatrol profit operasional JPFA sebesar 19% dan kenaikan pendapatan bersih sebesar 35%. "Kami proyeksi net profit JPFA pada 2015 sebesar Rp105 miliar, tetapi ada potensi melampaui itu karena profitabilitas JPFA sangat sensitif terhadap perubahan harga ayam broiler," ungkap Franky.

Kontribusi peternakan unggas terhadap pendapatan JPFA mencapai 86%-88%. Tingginya kontribusi peternakan unggas dorong oleh integrasi vertikal lini bisnis skala jumbo ini. Di sisi hulu, Japfa memasok pakan unggas kepada peternak ayam.

Perseroan juga memberikan pelatihan teknis dan supervisi, sekaligus membantu peternak untuk mencari pembeli ayam broiler siap potong. Lantas, JPFA memasarkan produk makanan olahan berbahan dasar daging ayam melalui jaringan supermarket dan penjualan langsung melalui perusahaan franchise fast food besar di Indonesia.

Mengingat harga DOC dan ayam broiler yang berfluktuasi, Natalia merekomendasikan Japfa mendalami diversifikasi bisnis dengan memacu peternakan sapi dan minapolitan, seperti budidaya udang dan ikan.

Selama ini, dua lini bisnis itu hanya menyumbang kurang dari 20% terhadap pendapatan JPFA. Hingga kuartal III/2015, kontribusi pendapatan dari aquakultur sebesar 8% dan peternakan sapi hanya 6%.

"Pada saat yang sama, Japfa menjadi satu-satunya perusahaan peternakan di Indonesia yang punya fasilitas riset virus dan vaksin yang telah menembus pasar ekspor sejumlah negara. Ini harus dikembangkan," ungkap Natalia.

Pada 2016, perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki oleh Japfa Ltd. ini membidik pertumbuhan yang tidak ambisius, yakni sekitar 5%-10%, sejalan de ngan target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini sebesar 5,3%. ()

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ana Noviani
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Jumat (12/2/2016)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper