Bisnis.com, JAKARTA—Ekspansi bisnis perkebunan kelapa sawit melalui pengembangan usaha secara anorganik menjadi pilihan utama dari beberapa perseroan saat ini.
Pada pertengahan Februari kemarin, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. telah merampungkan proses akusisi atas PT Tanjung Sawit Abadi (TSA) dan PT Sawit Multi Utama (SMU) dari PT Citra Borneo Indah senilai Rp1,54 triliun.
Perseroan menghitung setidaknya hasil akuisisi tersebut dapat meningkatkan areal tertanam hingga 25.000 hektare, atau tumbuh hampir 75% dari luasan sebelumnya. Perseroan mencatat jumlah lahan tertanam pasca akuisisi mencapai lebih dari 59.000 hektare.
Tak berhenti di situ, emiten dengan kode saham SSMS itu kembali berniat melakukan akuisisi dua perusahaan sawit lainnya pada tahun ini dengan nilai lebih dari Rp1 triliun. Perseroan menyebutkan lokasi kebun yang akan diakuisisi berdekatan dengan kebun yang telah dikembangkan saat ini di Kalimantan Tengah.
Sekretaris Perusahaan SSMS Hadi Susilo mengatakan proses akuisisi masih berlangsung dan enggan menjabarkan perkembangan yang ada hingga kini.
"Pada dasarnya perseroan tetap menjalankan pengembangan baik secara organik maupun anorganik. Akusisi kembali dilakukan karena melihat kesempatan dan kondisi keuangan juga bagus," ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (15/9/2015).
Dia mengatakan akuisisi memberikan pengaruh positif bagi perusahaan, khususnya dalam memacu pertumbuhan secara lebih cepat. Bila melakukan penanaman sendiri dibutuhkan waktu tiga tahun sampai tanaman berbuah. Bahkan, lebih lama lagi hingga lima tahun, hingga produktivitas tanaman menjadi maksimal.
"Dengan akuisisi kami memangkas waktu tunggu tersebut. Di sisi lain, perseroan juga harus memastikan apakah perusahaan yang diakuisisi tersebut sesuai dengan kriteria," tambahnya.
Pada penutupan perdagangan kemarin, harga crude palm oil (CPO) di Bursa Malaysia turun 2,9% menjadi 2.128 ringgit per ton, sedangkan harga CPO di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) turun 1,59% menjadi Rp7.100 per kg.
Selain itu, PT Dharma Satya Nusantara Tbk. baru saja mengakuisisi PT Agro Pratama (APR) dan PT Agro Andalan (AAN). Melalui akuisisi senilai US$15 juta itu, perseroan memperoleh tambahan 2.500 hektare lahan tertanam, dengan hak guna usaha (HGU) hingga 7.000 hektare.
Direktur Utama Dharma Satya Nusantara (DSNG) Djojo Boentoro mengatakan di tengah bisnis kelapa sawit yang lesu, pengembangan secara anorganik menjadi pilihan yang lebih baik dibanding organik.
"Kami lebih memilih anorganik karena lebih cepat. Pilihannya adalah kebun yang dekat dengan lokasi perkebunan kami yang sudah ada. Kalau dekat, artinya unit manajemen bisa menjadi satu. Sedangkan untuk penanaman sendiri (organik) slow down,” tuturnya.
Pada Oktober 2014, PT Austindo Nusantara Tbk. (ANJT) telah mengambil alih saham PT Pusaka Agro Makmur (PAM) yang memiliki perkebunan sawit di Papua Barat. Pada Juni 2015, perseroan telah melakukan penggabungan usaha dengan PAM.
Secara umum, analis DBS Vickers Securities Indonesia Ben Santoso mengatakan ketika harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mengalami penurunan seperti yang terjadi kini, penawaran penjualan lebih banyak terjadi.
Selain itu, pendapatan izin usaha perkebunanan juga cenderung lebih rumit, yang turut dipengaruhi oleh aturan Kementerian Pertanian tentang pembatasan luas maksimum penggunaan lahan usaha perkebunan hingga 100.000 hektare.
"Dari sisi keuangan sebetulnya lebih hemat bila mengembangkan secara mandiri. Kalau menanam sendiri hingga menghasilkan, dana yang dibutuhkan sekitar US$6.000 per hektare. Kalau akuisisi kisarannya US$9.000-US$10.000 per hektare. Tapi karena alasan terbatasnya ketersediaan lahan, tentu akisisi menjadi pilihan dan bisa memberikan hasil lebih cepat," ungkapnya.
Di sisi lain, sambung dia, perseroan mesti memastikan kualitas dari kebun yang akan diakuisisi, mulai dari jenis bibit yang digunakan, tingkat produktivitas, status perizinan, hingga permasalahan sosial.
BI/MARKET
15/9/2015