Bisnis.com, SITARO--Biji pala dari Indonesia kian digemari oleh masyarakat Eropa. Nilainya makin bertambah seiring perbaikan kualitas kandungannya.
Salah satunya adalah kandungan aflatoksin, yakni zat karsenogenik yang dihasilkan oleh jamur pada biji pala.
Beberapa tahun lalu, biji pala asal Indonesia ditolak Uni Eropa karena mengandung aflatoksin hingga 200 ppb/kg. Padahal, batas maksimum UE hanya 5ppb/kg biji pala.
Direktur Standardisasi Kementerian Perdagangan Frida Adiati menyatakan, kendala itu perlahan terbantu Trade Support Programme (TSP) II hasil kerja sama UE-Indonesia, yakni Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.
Dalam hal ini, TSP memberikan pengetahuan kepada para petani di Pulau Siau, Sitaro, Sulawesi Utara, terutama terkait kandungan aflatoksin yang harus ditekan. Sebagai informasi, pala asal Siau terkenal sebagai pala terbaik di dunia.
"TSP II tidak hanya mendukung petani, pengumpul dan eksportir sebagai rantai pasok di Siau diberikan pelatihan dalam menerapkan standar yang diakui secara internasional, termasuk UE," kata Kepala Kerja Sama Delegasi UE Franck Viault, Minister, dalam keterangan resmi UE, Jumat (26/6/2015).
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Indonesia sebagai produsen dan eksportir utama pala dengan 75% pangsa pasar dunia.
Sekitar 37,7% biji pala Indonesia masuk ke negara-negara UE. Adapun total ekspor pala ke Uni Eropa pada tahun 2014 mencapai US$ 32,1 juta dengan total volume sebesar 2,874 ton.