Bisnis.com, JAKARTA -- Pasar finansial dan mata uang tampaknya masih akan diuji oleh tekanan dari kebijakan moneter Federal Reserve dan kondisi ekonomi domestik. Paling tidak hingga pengumuman kabinet dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia I Kadek Dian Sutrisna Artha mengatakan dalam waktu dekat ini kisaran nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ada di kisaran Rp11.900-Rp12.000.
"Kalau kabinet bisa mengubah persepsi pelaku secara short term, tapi kalau BBM dinaikkan itu akan berefek fundamental sehingga lebih lama," katanya saat dihubungi Bisnis, Minggu (21/9/2014).
Kedua momentum itu, sambungnya, bisa menjadi titik balik bagi pasar di tengah tekanan baik dari eksternal maupun internal.
Pemerintahan baru dan pemangkasan subsidi BBM bisa menumbuhkan optimisme pasar terhadap fundamental ekonomi Indonesia yang didera oleh masalah defisit transaksi berjalan.
Baru-baru ini Tim Transisi Jokowi-Jusuf Kalla mengatakan sedang mengkaji kenaikan BBM bersubsidi sekitar Rp3.000 per liter jelang akhir tahun ini.
Hal itu dilakukan untuk memberikan ruang fiskal yang lebih luas demi terlaksananya program unggulan Jokowi-JK, terutama di bidang kesehatan dan pendidikan.
Saat ini pun, Jokowi-JK menyeleksi sejumlah kandidat untuk mengisi jabatan di kabinetnya nanti.
Kadek menambahkan otoritas moneter memang harus terus waspada dan menyiapkan bantalan untuk menahan potensi keluarnya dana asing dari pasar domestik.
Untuk saat ini, katanya, level suku bunga acuan sebesar 7,5% masih memberi insentif bagi pelaku pasar.