Bisnis.com, LONDON - Kekurangan kakao diprediksi berlanjut hingga dekade berikutnya karena petani di Afrika Barat mengalihkan penanaman kakao ke tanaman yang lebih menguntungkan seperti karet.
Petani di Pantai Gading dan di Ghana adalah 55% dari sumber produksi kakao dunia yang memanen rata-rata 400 kilogram biji per hektare, sementara untuk perkebunan yang dikelola dengan menggunakan pupuk dan pestisida dapat menghasilkan hingga 1,5 ton per hektare.
Permintaan terhadap kakao tercatat meningkat di seluruh dunia, para produsen pun tengah mempertimbangkan untuk meningkatkan pendapatan petani agar dapat menghasilkan produksi yang lebih tinggi dari perkebunan kakao di Pantai Gading dan Ghana.
Meskipun dalam 2 tahun kekurangan pasokan, harga belum mampu menarik minat para petani untuk tetap memproduksi kakao, sementara harga tanaman lainnya tercatat terus naik. Di London ICE Futures, harga kakao untuk kontrak Juli tercatat tumbuh 0,23% menjadi US$3.036 per metrik ton pada pukul 17.30 WIB.
"Para petani sadar terkait buruknya harga yang mereka dapatkan dari kakao," ujar Edward George, Head of Soft Commodities Ecobank Group seperti dikutip Bloomberg, Kamis (29/5/2014).
George juga menyatakan tren yang berlangsung saat ini adalah petani yang selama ini menanam kakao sepanjang hidupnya terpaksa mengubahnya menjadi kebun karet.
Damien Thouvenel, Trader Sucres et Denrees SA mengatakan harga kakao terlalu rendah dalam jangka waktu yang lama, hal itu membuat petani di Pantai Gading, Ghana dan Indonesia beralih pada kelapa sawit dan karet. "Harga kakao harus lebih tinggi supaya dapat merangsang produksi," katanya.
Salah satu petani yang memiliki lahan 9 hektare di Pantai Gading Ibrahim Cisse mengatakan ia mulai menggunakan 6 hektare dari total lahannya menjadi perkebunan karet dan dengan cara itu dirinya bisa mendapatkan lebih banyak keuntungan.
Berdasarkan survei Bloombeg, musim depan yang dimulai pada 1 Oktober permintaan kakao di seluruh dunia akan melebih jumlah produksi.
Perusahaan Coklat terbesar di dunia, Barry Callebaut AG juga memperkirakan defisit tersebut akan tumbuh sembilan kali lipat menjadi 1 juta metrik ton pada 2020, atau sama dengan sekitar seperempat dari output global jika para petani mempertahankan komposisi kakao seperti saat ini.
Pemenuhan permintaan global tersebut kemudian akan menjadi topik yang dibahas dalam World Cocoa Conference yang dimulai pada 9 Juni di Amsterdam.
Sebelumnya, 12 perusahaan coklat telah menandatangani perjanjian dengan pemerintah Pantai Gading pada 20 Mei untuk mempercepat kebijakan yang dapat membuat pertanian kakao di negara tersebut terus berkelanjutan.
Berdasarkan perjanjian yang dikenal dengan Cocoa Action tersebut, setidaknya 200.000 petani di Pantai Gading dan 100.000 petani di Ghana akan mendapatkan benih, pupuk dan pelatihan pada 2020.
Pemerintah Pantai Gading juga akan memberikan kenaikan upah di 2013-2014 kepada para petani karena kenaikan harga kakao bejangkan di London naik hampir 20% dalam 7 bulan hingga 1 Oktober.
Petani juga dijamin setidaknya mendapatkan 60% dari harga internasional, lebih tinggi dibandingkan pemerintahan sebelumnya yang kadang-kadang hanya mencapai 20%. Sementara itu, petani di Ghana tidak mendapatkan kenaikan upah dan menetapkan harga produsen di angka US$1.137 per ton.