Bisnis.com, JAKARTA— Di tengah gejolak depresiasi rupiah, pemerintah akan segera menawarkan sukuk global sekitar US$1 miliar dengan perkiraan waktu antara September dan Oktober 2013.
Sebagai langkah awal, pemerintah dan Bank Indonesia akan melakukan roadshow tanpa penawaran atau non deal roadshow pada akhir Agustus dan berlangsung dalam waktu sepekan.
Perjalanan dilakukan menuju kawasan Eropa dan Timur Tengah, salah satunya Inggris dan Uni Emirat Arab.
Dalam emisi tahun ini, Deutsche Bank AG, Standard Chartered Plc, dan Citigroup Inc terpilih sebagai penjamin emisi (arranger) yang menangani proses penerbitan surat berharga syariah negara (SBSN) berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) tersebut.
Citigroup Inc merupakan wajah baru karena tahun lalu posisi tersebut diisi oleh HSBC.
Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Dahlan Siamat memperkirakan ketiga arranger akan melakukan penawaran sukuk global pada kuartal ketiga atau kuartal keempat tahun ini, bergantung kondisi ekonomi global dan domestik.
“Mungkin September atau Oktober, waktu pastinya akan dicari momentum terbaik ketika pasar sedang bagus, nanti ditentukan setelah nondeal roadshow,” ungkapnya kepada Bisnis, Rabu (21/8/2013).
Dalam proses non deal roadshow, lanjutnya, pemerintah akan bertemu dengan investor potensial dan menginformasikan kondisi perekonomian Indonesia terkini secara keseluruhan, baik fiskal, moneter, maupun utang domestik.
Selain itu, perjalanan ke Benua Biru juga dilakukan untuk memonitor kondisi pasar global, seperti perkembangan harga surat utang di pasar internasional dan mendapat referensi untuk menentukan momentum terbaik melakukan penawaran awal sukuk global.
“Momentum yang baik artinya ketika imbalan yang diharapkan dari sisi pemerintah sudah cukup favourable, baru kami bookbuilding,” ujarnya.
IMBAL HASIL
Imbal hasil sukuk global diharapkan tidak terlalu membebani biaya bunga utang pemerintah. Intinya pada level yang layak sesuai dengan kondisi pasar secara keseluruhan, baik global maupun fundamental Indonesia.
Pada bagian lain, Fitch Ratings menetapkan peringkat sementara kepada Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III pada level BBB-.
Peringkat tersebut setara dengan peringkat utang jangka panjang RI pada level BBB dengan outlook stabil.
Fakhrul Aufa, analis obligasi PT Penilai Harga Efek Indonesia atau Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), menilai pemerintah mengambil langkah tepat dengan menerbitkan sukuk global guna menambah cadangan valas untuk menjaga nilai tukar Rupiah.
Dengan penerbitan sukuk global, investor asing yang biasa membeli obligasi Indonesia tidak perlu menukarkan valasnya menjadi rupiah dan terkena risiko nilai tukar.
Menurutnya, pemerintah sebaiknya segera melakukan penawaran sukuk global sebelum the Fed mengumumkan kebijakan stimulus moneter. Risiko terburuk jika bank sentral AS itu menghentikan stimulusnya, jelasnya, arus modal asing akan kembali ke negara maju dan sulit diserap oleh pemerintah.
Dalam kondisi tersebut, pemerintah akan mengalami peningkatan beban bunga utang cukup signifikan. Pasalnya, ketidakpastian pengurangan stimulus moneter Federal Reserve mendorong imbal hasil US Treasury sebagai acuan penetapan imbalan surat utang global melambung cukup tinggi.
“US Treasury tenor 5 tahun sudah di level 2,88%, tentu bisa berakibat mendorong imbalan sukuk ke level lebih tinggi karena asetnya lebih berisiko dari obligasi konvensional,” tuturnya.
Selain yield US Treasury, dia menyarankan pemerintah sebaiknya juga mengamati level risiko gagal bayar atau credit default swap (CDS) agar bisa menekan biaya bunga utang. (ltc)