BISNIS.COM, JAKARTA – Ekspor bijih (ore / raw) mineral Kuartal I/2013 yang meningkat 19,7% dibandingkan dengan 2012 di periode yang sama menjadi tanda tanya tentang pemberlakuan pembatasan ekspor bijih mineral terkait dengan pembangunan smelter(pemurnian) tahun depan.
Direktur Jendral Pembinaan Pengusaha Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dede Ida Suhendra mengatakan peningkatan ini merupakan dampak dari revisi peraturan menteri (Permen) 7/2012 tentang pembatasan ekspor. Revisi tersebut dituangkan ke dalam Permen 11/2012 yang perusahaan membebaskan ekspor oredengan syarat tertentu.
"Ekspor boleh, tapi harus ditata dan memenuhi beberapa kriteria salah satunya menandatangani pakta tidak ekspor mentah pada 2014," kata Dede saat dihubungi Bisnis, Minggu (28/4/2013).
Penataan yang dimaksud Dede di antaranya kriteria tertentu seperti clean and clear (CnC) dan membangun fasilitas untuk pemurnian baik sendiri maupun kolaborasi. Perusahaan tambang juga harus memiliki surat persetujuan ekspor (SPE).
Komitmen pemerintah untuk pembatasan ekspor terkait dengan pembangunan smelter tertuang di UU No.4/2009. Namun, hingga saat ini pembatasan ekspor sepertinya sebuah dilema tersendiri baik di kalangan pemerintah maupun pengusaha.
Ketegasan pemerintah dan keseriusan pengusaha menjadi kunci untuk pembangunan smelter. Wakil Menteri Kementerian ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan persyaratan-persyaratan tertentu harus dilakukan jika pelaku usaha pertambangan serius dengan pembangunan smelter.
Sebelumnya Menteri ESDM Jero Wacik menyatakan dengan tegas tetap akan membuka kran ekspor pada 2014. Lonjakan ekspor kuartal I 2013 menunjukkan kuota ekspor perusahaan tambang tertentu yang diberikan pemerintah bertambah. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Achmad Ardianto.
“Pemerintah harus segera menyusun kebijakan. Selain itu dalam waktu pendek, mereka harus mengevaluasi proposalsmelter. Dugaan saya, peningkatan tersebut disebabkan adanya komitmen membuat smelter,” ujar Achmad saat dihubungi Bisnis, Jumat (26/4).
Hilirisasi pertambangan dengan membangun smelter merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai guna ekspor dari pada menjual bahan mentah. Adanya hilirisasi ini membawa dampak positif seperti penambahan lapangan pekerjaan dan penerimaan negara. Sebaliknya, pengusaha menjadi ragu karena waktu yang diberikan oleh pemerintah sangat singkat ditambah dengan pembatasan. Persepsi yang sama antara pemerintah dan pengusaha diperlukan untuk komitmen membuatsmelter.