Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

NILAI TUKAR: Rupiah Tertekan Oleh Situasi Yang Kompleks

JAKARTA: Tertekannya nilai tukar rupiah dalam 2 pekan terakhir disebabkan masalah yang kompleks dan sulit diselesaikan dengan strategi tertentu seiring dengan tidak adanya kepastian penyelesaian masalah Uni Eropa.

JAKARTA: Tertekannya nilai tukar rupiah dalam 2 pekan terakhir disebabkan masalah yang kompleks dan sulit diselesaikan dengan strategi tertentu seiring dengan tidak adanya kepastian penyelesaian masalah Uni Eropa.

Namun, Bank Indonesia (BI) berkomitmen tetap akan menjaga kepercayaan pasar dengan menyediakan dolar AS sesuai dengan kebutuhan.

Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan ada empat faktor yang berasal dari eksternal dan kondisi internal Indonesia yang menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melemah.

Faktor pertama, paparnya, adalah ketidakpastian ekonomi di Uni Eropa terutama pada penyelesaian utang Yunani. Pada pekan lalu, Citi Group memproyeksi dana Eropa di Yunani akan habis pada akhir tahun ini sehingga negara bermasalah tersebut akan keluar dari Uni Eropa pada tahun depan.

“Hal ini menyebabkan sejumlah investor melepas portofolio Eropa dan terjadi aliran dana ke safe haven, yakni dolar AS. Ini menyebabkan mata uang semua negara melemah terhadap dolar AS,” ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, hari ini, 31 Mei 2012.

Selain faktor utama tersebut, lanjutnya, ada tiga faktor yang terjadi di Indonesia sehingga memperburuk nilai tukar, yakni jatuh tempo utang luar negeri swasta di Indonesia yang banyak terjadi pada Mei ini, sehingga permintaan terhadap dolar AS meningkat.

Faktor ketiga adalah repatriasi dividen, karena perusahaan swasta yang dimiliki investor asing mulai mengirimkan sebagian keuntungan ke negara asal. Ini menyebabkan sebagian likuditas valas di dalam negeri mengalir ke luar negeri (capital outflow).

Adapun faktor yang keempat, disebabkan karena para eksportir saat ini menahan valuta asing hasil ekspor yang dimiliki dan enggan untuk menukarnya ke dalam bentuk rupiah. Ini disebabkan karena nilai rupiah terhadap dolar AS mengalami tren penurunan.

“Kami yakin nilai tukar rupiah tidak akan melampaui [proyeksi] yang ada, karena kami akan mengisi ruang yang tidak diisi oleh eksportir. Cadangan devisa kami masih sangat besar, sehingga tidak ada kekhawatiran akan kekurangan,”

Difi Ahmad Johansyah, Direktur Grup Humas BI, mengatakan kondisi saat ini sangat komplek, karena pasar bukan hanya mengukur dampak Yunani tetapi juga menghitung dampak ke negara lainnya, seperti Spanyol.

“Dalam kondisi ketidakpastian tinggi, pasar akan cari pegangan ke aset yang risikonya lebih rendah. Pasar keuangan selalu menghitung [price in] berbagai kemungkinan ke depan. Pertanyaan adalah apakah harga aset sekarang sudah mencerminkan skenario terburuk ? tidak ada yang tahu ,” ujarnya.

Untuk itu, dia mengakui, tidak ada strategi jitu dalam menghadapi ketidakpastian kecuali menjaga kepercayaan pasar terhadap ekonomi Indonesia yang diproyeksi masih cerah pada jangka panjang.

“Kami melakukan kombinasi operasi moneter dengan menyediakan valas di pasar. Kami juga terjun ke SUN [Surat Utang Negara] agar tidak jatuh. Ini langkah moral suasion, untuk menjaga kepercayaan pasar bahwa ini hanya terjadi jangka pendek.”

Darmin optimis bank sentral bisa mengatasi tekanan nilai tukar rupiah karena masih memiliki beberapa amunisi seperti cadangan devisa yang mencapai US$116,41 miliar. Selain itu, BI juga bisa mendapatkan tambahan likuditas valas dari negara tetangga hasil kesepakatan internasional seperti  Perjanjian Chiang Mai Inisiatif Multilateralisasi.

Chiang Mai Inisiatif telah berlaku efektif sejak 24 Maret 2010 beranggotakan negara Asean ditambah China, Jepang dan Korea (ASEAN+3). Chiang Mai Inisiatif bertujuan mengatasi masalah neraca pembayaran dan likuiditas jangka pendek di kawasan.

Chiang Mai Inisiatif akan menyediakan bantuan likuiditas melalui transaksi swap mata uang bagi anggota yang mengalami kesulitan likuiditas. Melalui Chiang Mai Inisiatif, BI bisa mendapatkan likuiditas Dolar hingga US$11,9 miliar, melalui mekanisme swap.(mmh)

 

BERITA LAINNYA:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper