JAKARTA: Emiten telekomunikasi yang tergabung dalam Grup Bakrie, PT Bakrie Telecom Tbk, berencana membayar bunga obligasi I/2007 sebesar Rp19,37 miliar pada awal Juni.
Informasi tersebut tertuang dalam publikasi PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang dirilis, hari ini 4 Mei 2012.
Pembayaran bunga ke-19 itu akan dilaksanakan pada 4 Juni dengan tanggal penentuan pemegang rekening yang berhak menerima pembayaran bunga obligasi pada 29 Mei.
Obligasi senilai Rp650 miliar dengan tingkat bunga 11,9% per tahun itu akan jatuh tempo pada 4 September 2012. Pembayaran bunga dilakukan setiap 3 bulan.
Per 31 Desember 2011, emiten berkode BTEL itu masih mengantongi kas dan setara kas sebesar Rp162,32 miliar.
Direktur Keuangan Bakrie Telecom Jastiro Abi sebelumnya mengungkapkan perseroan telah mengantongi pinjaman senilai US$50 juta dari dua lembaga keuangan yang difasilitasi oleh Credit Suisse AG cabang Singapura.
Dana tersebut akan digunakan untuk membayar sebagian utang obligasi ini. Selanjutnya, sisa utang obligasi tersebut akan dilunasi dari hasil penerbitan saham baru tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (nonpreemptive rights/NPR) sebesar Rp754,78 miliar.
Manajemen emiten berkode BTEL itu pun menjadwalkan pertemuan dengan waliamanat dalam hal ini PT Bank CIBM Niaga Tbk pada akhir bulan ini untuk membahas mekanisme pelunasan apakah dipercepat atau menunggu tanggal jatuh tempo.
"Kalau dari manajemen sih berharap bisa dipercepat karena lebih efisien dari sisi pembayaran bunga dan sekaligus untuk menghindari ketentuan sinking fund [penyediaan dana yang disisihkan]," jelas Abi.
Saat ini, provider CDMA bermerek Esia itu tercatat telah melanggar salah satu syarat perjanjian emisi obligasi (kovenan) atas obligasi berseri BTEL01 itu.
Berdasarkan prospektus penawaran obligasi Bakrie Telecom I/2001, perseroan diwajibkan menjaga rasio EBITDA terhadap beban bunga minimum 5 kali untuk tahun buku 2010 dan 2011.
Akan tetapi pada tahun buku 2011, rasio EBITDA perseroan berada di bawah ketentuan yang dipersyaratkan tersebut.
Pada awal Februari, PT Fitch Ratings Indonesia memangkas peringkat jangka panjang kredit denominasi asing dan rupiah Bakrie Telecom ke CCC dari sebelumnya B, dan menyoroti persoalan kovenan (syarat perjanjian emisi obligasi) yang terancam terlanggar.
Standard & Poors (S&P) juga memangkas peringkat emiten menjadi CCC+ dari sebelumnya B pada 9 Februari dengan alasan kas yang diperkirakan tak cukup untuk pelunasan obligasi.
PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) juga menurunkan peringkat emiten berkode saham BTEL dan obligasinya menjadi BBB- dari BBB+, serta menempatkan peringkat perusahaan pada credit watch dengan implikasi negatif. (sut)