Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

JAKARTA: Penurunan harga logam mulia yang terjadi dalam sebulan terakhir tidak membahayakan bisnis gadai emas di bank syariah.
 
Sejumlah bank syariah menyatakan penurunan harga logam mulia tersebut masih bisa terserap oleh manajemen risiko gadai emas dengan menetapkan standar taksiran harga yang relatif jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar lokal.
 
Ventje Rahardjo, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRI Syariah), menyatakan perseroan menentukan patokan harga emas sekitar 20% lebih rendah dari harga di pasar lokal. 
 
Patokan harga itu disebut sebagai standar taksiran logam emas (STLE) yang ditentukan dari harga logam mulia di London Metal Exchange dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. 
 
Setelah menentukan STLE, maka pinjaman gadai yang bisa diberikan kepada nasabah maksimal 80% dari harga taksiran. 
 
“Dengan sistem ini kami memiliki bantalan sekitar 30% dari harga emas pasaran. Penurunan emas yang terjadi satu bulan ini belum berpengaruh terhadap bisnis gadai emas,” ujarnya hari ini.
 
Maryana Yunus, Head Product Development BRI Syariah, menjelaskan pada hari ini perseroan menetapkan STLE sebesar Rp414.000 per gram, turun dibandingkan hari sebelumnya yang sebesar Rp434.025.
 
Dengan STLE tersebut, lanjutnya, plafon maksimal dari gadai emas sebesar Rp373.000, jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga logam mulia 100 gram pada hari ini yang dipatok sebesar Rp516.240 per gram dan harga buyback PT Aneka Tambang (Antam) yang sekitar Rp465.000 per gram.
 
Hanawijaya, Direktur PT Bank Syariah Mandiri (BSM), menyatakan pihaknya juga memiliki strategi serupa dalam menghadapi risiko fluktuasi harga logam mulia. 
 
Namun pada anak usaha PT Bank Mandiri Tbk ini menyebutnya sebagai harga dasar emas (HDE) yang dihitung berdasarkan harga buyback logam mulia Antam dikurangi selisih 2%-5% 
 
“HDE kami saat ini sekitar Rp436.770. Ini memperlihatkan BSM juga mempertimbangkan risiko penurunan harga emas yang mungkin terjadi,” ujarnya.
 
Dia menambahkan HDE yang ditentukan oleh BSM selama beberapa minggu ini relatif stabil karena harga emas di dalam negeri tidak terlalu fluktuatif, yang dipengaruhi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.
 
“Kami mendapat berkah karena ketika harga emas turun sekitar 19% dalam sebulan, rupiah juga turun sebesar itu. Sehingga harga emas di dalam negeri tidak terlalu bergejolak,” ujarnya.
 
Ventje menambahkan rasio pembiayaan bermasalah (non performing finance/NPF) dari gadai emas juga masih kecil, bahkan mendekati 0%. 
 
Ini disebabkan karena perilaku dari masyarakat yang berinvestasi emas untuk jangka panjang, berbeda dengan masyarakat Eropa yang cenderung jangka pendek dengan tujuan spekulatif. 
 
“Memang ada satu dua yang macet karena nasabah sakit atau meninggal dunia. Namun emas yang menjadi jaminan langsung kami jual ke pasar untuk melunasi pinjaman dan sisanya kami kembalikan kepada nasabah atau ahli waris,” ujarnya. 
 
Meski demikian dia mengakui perseroan tidak bisa mencegah penyalahgunaan gadai emas untuk kegiatan spekulasi. “Apakah hasil gadai itu digunakan untuk darurat, untuk beli mobil atau spekulasi itu yang tidak bisa kami cegah,” ujarnya. (20)
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Sumber : Donald Banjarnahor

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper