Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penaikan Rating Indonesia Berpotensi Dorong Permintaan Aset, Rupiah Sumringah

Nilai tukar rupiah berhasil mempertahankan reboundnya dan berakhir terapresiasi pada perdagangan hari ini, Jumat (13/4/2018), menyusul penaikan peringkat utang oleh Moodys.
Karyawati menghitung uang rupiah, di kantor Cabang Bank Bukopin di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Abdullah Azzam
Karyawati menghitung uang rupiah, di kantor Cabang Bank Bukopin di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah berhasil mempertahankan reboundnya dan berakhir terapresiasi pada perdagangan hari ini, Jumat (13/4/2018), menyusul penaikan peringkat utang oleh Moody’s.

Rupiah ditutup menguat 0,17% atau 23 poin di Rp13.755 per dolar AS, setelah rebound saat dibuka dengan apresiasi 32 poin atau 0,23% di Rp13.746 per dolar AS. Pada perdagangan Kamis (12/4), rupiah berakhir terdepresiasi 19 poin atau 0,14% di posisi 13.778.

Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.743 – Rp13.765 per dolar AS.

Kinerja mata uang Garuda menguat setelah lembaga pemeringkat Moody's Investor Service menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi Baa2 dengan outlook stabil dari Baa3 dengan outlook positif hari ini.

Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo menyatakan dengan perbaikan rating oleh Moody’s, kini Indonesia telah diakui oleh empat lembaga rating internasional untuk berada pada satu tingkat lebih tinggi dari level Investment Grade sebelumnya.

“Pencapaian ini merupakan suatu prestasi besar di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global yang mempengaruhi perkembangan ekonomi di kawasan,” paparnya dalam keterangan resmi.

Menurut Takeshi Yokouchi, senior fund manager di Daiwa SB, Tokyo, perbaikan rating tersebut kemungkinan akan mendorong permintaan untuk aset-aset Indonesia dari investor-investor Jepang.

Mata uang lainnya di Asia bergerak variatif sore ini, dengan baht Thailand yang terapresiasi 0,24% memimpin penguatan sejumlah mata uang Asia. Di sisi lain, yen Jepang yang melemah 0,26% pada pukul 16.47 WIB, memimpin depresiasi beberapa lainnya.

Dilansir Bloomberg, mata uang Asia bergerak variatif saat investor mencermati penurunan pada ekspor China di tengah tensi perdagangan dengan Amerika Serikat.

Pertumbuhan ekspor China secara tak terduga turun 2,7% pada Maret dari tahun sebelumnya, penurunan pertama sejak Februari tahun lalu. Di sisi lain, impor tumbuh 14,4%, lebih dari yang diperkirakan.

Data yang sama mencatat defisit perdagangan senilai US$4,98 miliar untuk bulan Maret, pertama sejak Februari lalu. China adalah konsumen minyak mentah terbesar di dunia serta pengimpor tembaga, batu bara, bijih besi, dan kedelai.

Menurut para analis, ancaman perdagangan mungkin sudah berdampak pada aktivitas eksportir.

“Kami yakin pertumbuhan ekspor akan melambat akibat apresiasi yuan dan meningkatnya ketegangan perdagangan,” kata Lisheng Wang, seorang ekonom di Nomura, Hong Kong, dikutip Reuters.

Sementara itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan kurs dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau turun 0,06% atau 0,050 poin ke level 89,701 pada pukul 17.37 WIB.

Sebelumnya indeks dolar dibuka dengan kenaikan tipis 0,006 poin atau 0,01% di level 89,757, setelah pada perdagangan Kamis (12/4) mencatatkan rebound 0,20% atau 0,183 poin dan ditutup di posisi 89,751.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper